Beautiful Kate Luka Keluarga yang Tak Pernah Benar-Benar Mati

Reporter : Nita Rosmala
Beautiful Kate, Tangkapan Layar YouTube

JAKARTA - Ketika Ned Kendall (Ben Mendelsohn), seorang penulis, kembali ke rumah masa kecilnya di pedalaman Australia untuk merawat ayahnya yang sekarat, ia disambut bukan hanya oleh lanskap sunyi, tapi juga oleh kenangan yang tak pernah lekang. Rumah itu menyimpan luka, terutama tentang Kate saudari kembarnya yang cantik, misterius, dan menjadi bayangan kelam dalam hidupnya.

Beautiful Kate (2009), film arahan Rachel Ward yang diadaptasi dari novel Newton Thornburg, bukan drama keluarga biasa. Ini adalah potret mengganggu tentang trauma, penyesalan, dan relasi yang sulit dijelaskan dengan kata “normal.”

Baca juga: Girl, Interrupted: Luka Batin, Pencarian Diri, dan Sunyi yang Tak Terdefinisi

Melalui alur maju-mundur, film ini perlahan menyingkap kenangan Ned terhadap Kate (Sophie Lowe), gadis muda yang memikat, ceria, tapi menyimpan hasrat yang tak lazim terhadap saudara kandungnya sendiri. Kenangan-kenangan itu, yang selama bertahun-tahun coba ditekan Ned, mencuat kembali ketika ia harus menghadapi masa lalu di rumah tua itu termasuk hubungan retaknya dengan sang ayah, Bruce Kendall (Bryan Brown).

Konflik dalam Beautiful Kate bukan berupa pertengkaran fisik atau konflik terbuka, melainkan trauma yang bersemayam diam-diam. Film ini menggambarkan bagaimana luka psikologis dalam keluarga bisa menyaru dalam bentuk keheningan, kebencian pasif, atau cinta yang salah arah.

Baca juga: Game of Thrones Perebutan Kekuasaan di Dunia Fantasi yang Kejam

Karakter Kate sendiri menjadi sosok ambigu: apakah ia korban, pelaku, atau keduanya? Sementara Ned harus bergulat dengan rasa bersalah dan ingatan yang tak utuh, sang ayah tetap keras dan menolak membuka ruang maaf. Di antara mereka, hanya Sally (Rachel Griffiths), kekasih Ned, yang mencoba menjembatani logika dan emosi yang carut-marut.

Film ini dituturkan dengan sinematografi yang tenang namun menyimpan ketegangan. Lanskap Australia yang luas dan kering menjadi cermin batin para tokohnya: sunyi, terisolasi, tapi penuh tekanan yang bisa meledak sewaktu-waktu.

Baca juga: Wicked Minds Intrik, Hasrat, dan Pengkhianatan dalam Keluarga

Pesan moralnya jelas namun tak menggurui: masa lalu yang tak diselesaikan akan terus menghantui, dan kadang, pengampunan bukan diberikan untuk orang lain melainkan untuk menyelamatkan diri sendiri.

Editor : Redaksi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru