JAKARTA - Di sebuah desa kecil Italia pada era 1950-an, kehidupan berjalan sederhana. Namun suasananya berubah ketika seorang duda memutuskan menikah lagi dengan wanita muda berparas cantik. Perempuan ini bukan hanya membawa pesona, tetapi juga semangat baru yang memicu riak-riak di dalam rumah.
Bagi anak tirinya yang beranjak dewasa, kehadiran sang ibu baru adalah sesuatu yang membingungkan antara rasa kagum, penasaran, hingga cemburu.
Baca juga: XXY (2007): Saat Identitas Tak Lagi Hitam Putih
Di sisi lain, sang ayah mencoba menyeimbangkan rumah tangga sambil menjaga keharmonisan keluarga.
Baca juga: V for Vendetta (2005): Saat Topeng Jadi Simbol Perlawanan
Ugo Chiti menghadirkan kisah ini dengan nuansa komedi romantis yang lembut. Dialognya ringan, namun sarat sindiran sosial khas masyarakat pedesaan.
Adegan-adegannya mengalir santai, sesekali memancing tawa, tapi tak jarang menampar perasaan.
Baca juga: Meat Grinder (2009): Ketika Luka Jiwa Berubah Jadi Sajian Mengerikan
Film ini pada akhirnya menjadi potret bagaimana cinta bisa tumbuh di tempat yang tak terduga, dan keluarga adalah ruang di mana hati diuji, tetapi juga dirawat.
Editor : Redaksi