The Village: Ketika Ketakutan Jadi Bahasa Kekuasaan

Reporter : Nita Rosmala
The Village, tangkapan layar

JAKARTA — The Village garapan M. Night Shyamalan bukan hanya thriller misteri. Ia adalah kisah tentang ketakutan yang diciptakan untuk melindungi sekaligus mengurung. Film ini membawa penonton masuk ke sebuah desa yang indah tapi sunyi, di mana penduduknya hidup dalam batas yang mereka sendiri tak berani melanggar.

Cerita berpusat pada Ivy Walker (Bryce Dallas Howard), gadis buta yang lembut namun berani. Ia tinggal di desa kecil yang dikelilingi hutan, dan di balik hutan itu, katanya, ada makhluk menyeramkan yang siap menyerang siapa pun yang mencoba keluar.

Baca juga: Resident Evil: Ketika Virus T-V Mengubah Dunia Menjadi Neraka

Selama bertahun-tahun, warga percaya cerita itu. Mereka patuh pada aturan, tidak melewati batas, dan hidup dalam sistem yang penuh rasa takut. Tapi segalanya berubah ketika Ivy jatuh cinta pada Lucius Hunt (Joaquin Phoenix), pemuda yang mulai mempertanyakan kebenaran tentang makhluk-makhluk itu.

Ketegangan muncul saat Lucius terluka parah dan Ivy harus menembus hutan demi mencari obat. Dalam perjalanan itulah rahasia besar terbuka ternyata “monster” yang menakutkan itu bukanlah makhluk, melainkan ciptaan manusia. Sebuah kebohongan besar demi menjaga ketertiban dan melindungi masa lalu yang kelam.

Baca juga: “Unfaithful: Ketika Perselingkuhan Mengubah Cinta Menjadi Maut

Shyamalan memainkan tema ini dengan cerdas. Ia mengubah ketakutan jadi simbol kontrol sosial. Desanya jadi cermin kecil dari dunia yang sering menutup diri demi rasa aman, padahal yang dikorbankan adalah kebebasan dan kebenaran.

Sinematografi Roger Deakins menambah suasana sendu, warna pucat, kabut tebal, dan lanskap sepi memberi kesan dunia yang seakan beku dalam waktu. Musik James Newton Howard pun memperkuat nuansa tragisnya, seolah keheningan itu sendiri sedang bicara.

Baca juga: Fractured (2019): Saat Rumah Sakit Menjadi Tempat Hilangnya Kebenaran

The Village bukan film horor biasa. Ia menegangkan, tapi lebih pada level psikologis. Pertanyaan yang ditinggalkan juga lebih dalam, seberapa jauh manusia rela berbohong demi rasa aman? Dan apa jadinya jika kebenaran justru lahir dari keberanian seorang yang tak bisa melihat?

Editor : Redaksi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru