JAKARTA - Fractured (2019) mengangkat kisah Ray Monroe, seorang ayah yang membawa istrinya dan putrinya ke rumah sakit setelah kecelakaan di jalan raya. Semuanya terlihat biasa sampai Ray menyadari hal paling mengerikan: istrinya dan putrinya menghilang tanpa jejak.
Ray panik dan menuntut jawaban, tapi staf rumah sakit mengaku hanya Ray yang datang sendirian. Mereka menyatakan tidak ada catatan medis tentang istrinya maupun putrinya. Dari sinilah film mulai memutar realitas, membuat penonton mempertanyakan siapa yang sebenarnya mengatakan kebenaran.
Baca juga: Resident Evil: Ketika Virus T-V Mengubah Dunia Menjadi Neraka
Ray bersikeras bahwa keluarganya diculik oleh rumah sakit untuk tujuan gelap. Ia mencurigai adanya operasi ilegal pencurian organ yang mengambil pasien tanpa jejak. Semakin ia menggali, semakin besar jurang antara apa yang dilihatnya dan apa yang orang lain yakini.
Baca juga: Resident Evil: Ketika Virus T-V Mengubah Dunia Menjadi Neraka
Film ini bermain di wilayah psikologi, di mana trauma, obsesi, dan rasa bersalah saling tumpang tindih. Penonton dibawa masuk ke pikiran Ray yang mulai pecah, membuat sulit membedakan mana fakta dan mana ilusi. Ray tidak hanya berjuang dengan dunia luar, tapi dengan pikirannya sendiri.
Ketegangan meningkat saat Ray memutuskan mencari keluarganya dengan cara apa pun. Ia memaksa masuk ke ruang-ruang medis, bertarung dengan keamanan, dan berusaha membuka ruangan terlarang. Film memposisikan Ray sebagai pahlawan sekaligus ancaman, tergantung dari sudut mana cerita dilihat.
Baca juga: “Unfaithful: Ketika Perselingkuhan Mengubah Cinta Menjadi Maut
Semua memasuki puncak ketika kebenaran akhirnya terungkap. Film memberikan pukulan emosional yang mengejutkan, mengubah semua asumsi yang sudah dibangun sejak awal. Pada titik ini, Fractured memperlihatkan betapa rapuhnya batas logika ketika seseorang tenggelam dalam duka yang tidak terselesaikan.
Editor : Redaksi