SURABAYA – Menyikapi maraknya kasus penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap pekerja, Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur meluncurkan sebuah program yaitu "Posko Bantuan Hukum Penahanan Ijazah".
Program ini bertujuan, untuk memberikan pendampingan hukum kepada para korban praktik tersebut, yang dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: 91 Tahun GP Ansor: Pelopor Perubahan dan Pembangunan Negeri
Ketua PW LBH Ansor Jatim, Mohammad Syahid, menjelaskan bahwa penahanan ijazah oleh perusahaan merupakan tindakan yang melanggar hukum. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 35 ayat (1), yang menyatakan bahwa "pengusaha dilarang menyimpan atau menahan surat-surat dan/atau dokumen milik pekerja/buruh."
Selain itu, tindakan tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Pasal 52 ayat (1), yang menegaskan larangan serupa terhadap penahanan ijazah dan dokumen lainnya milik pekerja.
Baca juga: Langkah Nyata Keadilan Sosial: LBH Ansor Jatim Gandeng Kemenkumham dalam Bantuan Hukum
"Penahanan ijazah dapat menimbulkan dampak negatif yang serius, seperti menghambat mobilitas pekerja dalam mencari pekerjaan baru dan mengancam hak asasi manusia, terutama hak untuk bekerja dan hak untuk memiliki dokumen pribadi," ujarnya Kamis (24/4).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa perusahaan yang terbukti melakukan penahanan ijazah dapat dikenai sanksi administratif berupa denda hingga pencabutan izin usaha, serta sanksi pidana seperti kurungan penjara atau denda sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Baca juga: Buntut Penahanan Ijazah Pekerja Pemkot Surabaya Buka Posko Pengaduan
Sebagai solusi, LBH Ansor Jatim membuka layanan, konsultasi hukum bagi masyarakat yang menjadi korban penahanan ijazah oleh pemberi kerja.
"Kami siap memberikan konsultasi dan bantuan hukum bagi para pekerja yang mengalami kasus penahanan ijazah. Jangan ragu untuk menghubungi LBH Ansor Jatim guna mendapatkan perlindungan hukum yang layak," pungkas Syahid.
Editor : Redaksi