SURABAYA – Komisi B DPRD Kota Surabaya menggelar, Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah dinas terkait, untuk menindaklanjuti pengaduan warga, penghuni Apartemen Aryaduta Residences yang berada di kawasan City of Tomorrow (CITO), terkait persoalan perizinan bangunan Rumah Sakit Siloam.
Baca Juga: Enny Minarsih: Koperasi Merah Putih Harus Terintegrasi, Bukan Berdiri Sendiri
Wakil ketua Komisi B DPRD Surabaya, M. Machmud, yang sekaligus memimpin jalannya rapat, menjelaskan bahwa RDP ini diselenggarakan sebagai respons atas keluhan warga apartemen.
“Penghuni Apartemen Aryaduta yang berada di kawasan CITO menyampaikan pengaduan kepada kami, dan setelah itu kami mengundang mereka serta pihak-pihak terkait untuk berdiskusi,” ujarnya, pada saat dikonfirmasi oleh pawarta tikta.id Senin (26/5).
Dalam RDP tersebut, hadir sejumlah dinas seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP), dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Menurut Machmud, ketiga dinas tersebut menyatakan bahwa seluruh dokumen perizinan dinilai lengkap dan telah melalui proses yang sesuai.
“Kami meminta klarifikasi dari semua dinas terkait, dan mereka menyampaikan bahwa izin sudah lengkap,” jelasnya legislator dari Partai Demokrat.
Machmud menambahkan, bahwa perubahan peruntukan bangunan, yang awalnya tidak ada rumah sakit menjadi ada rumah sakit, ini dinilai sah oleh dinas.
Karena hanya merupakan adendum dari dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) lama. Oleh karena itu, perubahan tersebut dianggap tidak perlu melalui proses revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
“Dinas Lingkungan hidup menyatakan bahwa karena ini hanya adendum dari Amdal lama, maka tidak perlu melalui revisi RTRW,” paparnya.
Baca Juga: Koperasi Merah Putih Bukan Milik Konglomerat, Baktiono Ingatkan Sejarah Orde Baru
Namun demikian, Komisi B tetap menyoroti minimnya pelibatan warga dalam proses pembahasan atas perubahan peruntukan maupun rencana pembangunan.
“Kami melihat bahwa warga tidak diajak bicara. Maka dari itu, kami hadir untuk memfasilitasi dan mempertemukan mereka dengan pihak terkait,” kata Machmud.
Ia juga menegaskan , bahwa meskipun izin telah dikeluarkan oleh pemerintah, proses tersebut harus tetap memperhatikan hak-hak warga.
“Kami akan menganalisis hasil rapat hari ini dan mencari solusi terbaik. Prinsipnya, pembangunan harus memberikan manfaat bagi semua pihak, tanpa ada yang merasa dirugikan,” tegasnya.
Baca Juga: Enny Minarsih Dorong Akses Permodalan UMKM Lewat BPR SAU
Sementara itu, Herman, perwakilan penghuni apartemen Cito, menuturkan bahwa izin pembangunan rumah sakit keluar tanpa adanya sosialisasi terhadap warga terdampak.
"Sosialisasi aja kita nggak tahu. Nggak diajak. Udah itu warga terdampak seharusnya RW2, itu nggak tahu RW berapa yang diundang," paparnya.
Ia mengungkapkan, bahwa kekhawatiran utama para penghuni apartemen adalah potensi penyebaran virus. "Lantai dasar sampai lantai delapan itu rumah sakit, di atasnya itu apartemen. Jadi kami harus melewati rumah sakit semua. Udah gitu outdoor AC di tempat jalur mobil naik itu, berpotensi nyebar virus," jelasnya.
Dari total keseluruhan unit apartemen, terdapat sekitar 150 unit telah dihuni. Herman mengatakan mayoritas penghuni apartemen menolak pembangunan rumah sakit di wilayah apartemen mereka. Meski tidak semua secara terbuka menyatakan penolakan.
Editor : Redaksi