DPRD Kecewa, Pengembang Besar Tak Hadiri RDP Soal Tunggakan Pajak

Reporter : Aldi Fakhrudin
Machmud dan Miftah

SURABAYA – Komisi B DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Surabaya, untuk membahas kepatuhan pembayaran pajak dan retribusi oleh para pengembang properti yaitu PT Grande Family View yang mengelola kawasan Graha Family di Jalan Mayjend Jonosewojo.

Namun, RDP yang dijadwalkan tersebut, harus tertunda akibat ketidakhadiran perwakilan dari PT Grande Family View. Ketidakhadiran ini memicu kekecewaan anggota dewan, mengingat pengembang tersebut diduga memiliki tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp12,2 miliar sejak tahun 2008.

Baca juga: Setelah Sidak, DPRD Surabaya Gelar RDP Bahas Evaluasi Rumah Potong Unggas di Kawasan Lakarsantri

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, M. Machmud, menilai ketidakhadiran pengembang dalam Rapat Dengar Pendapat, mencerminkan tidak adanya itikad baik untuk menyelesaikan tunggakan.

"Kami melihat dari peristiwa ini, memang tidak ada etika baik dari pengembang. Mereka diduga memiliki tunggakan lebih dari Rp12,2 miliar sejak tahun 2008 hingga saat ini," ujar Machmud, pada saat dikonfirmasi oleh pawarta tikta.id Selasa (29/4).

Ia juga menyayangkan, sikap pasif pengembang, yang tidak menunjukkan upaya mencicil atau melunasi tunggakan, padahal nilai penjualan properti yang dikelola terbilang besar.

“Tidak pernah ada cicilan, tidak ada usaha untuk melunasi. Padahal ini pengembang besar, satu unit rumah saja dijual seharga miliaran rupiah. Seharusnya cukup untuk menutup tunggakan,” tambahnya.

Selain itu, Legislator dari Fraksi Partai Demokrat ini juga, menyesalkan atas langkah Pemerintah Kota Surabaya dalam menindak pengembang besar yang tidak patuh terhadap kewajiban pajak. Untuk itu Ia mendesak Pemkot untuk bertindak lebih tegas, termasuk mempertimbangkan penyegelan aset.

"Pemkot seharusnya berani melakukan penyegelan. Sangat disayangkan, persoalan ini dibiarkan begitu lama. Pemkot terlalu lemah, terlalu lunak terhadap pengembang besar seperti ini," tegas Machmud.

Sementara itu, Kepala Bidang Pajak Bumi dan Bangunan, Bapenda Kota Surabaya, Siti Miftachul Jannah, mengungkapkan bahwa kawasan Graha Family tercatat memiliki tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak tahun 2008 hingga 2025.

Baca juga: 1.840 PPPK Surabaya Terima SK, DPRD Ingatkan Tingkatkan Produktivitas Kerja

Namun, tunggakan tersebut berkaitan dengan fasilitas umum (fasum) yang hingga kini belum diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Kota Surabaya.

"Graha Family memang memiliki PBB yang masih menjadi tunggakan sejak tahun 2008. Data kami mencatat tunggakan itu terus berlanjut hingga 2025," jelas Siti.

Ia menerangkan, bahwa meski pengembang PT Grande Family View telah menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST), administratif pada tahun 2020, namun proses pembatalan ketetapan pajak belum bisa dilakukan. 

Hal ini disebabkan karena, masih adanya tunggakan pajak dari tahun 2008 hingga 2019.

Baca juga: Penertiban Panti Pijat dan Spa, DPRD Surabaya Minta Pengawasan Diperketat

"Seharusnya, setelah BAST diserahkan ke pemerintah kota, ketetapan PBB tidak lagi berlaku. Tapi karena ada tunggakan dari 2008 hingga 2019, proses pembatalan belum bisa kami laksanakan," ucap dia.

Mifta juga menyampaikan, bahwa pihak pengembang telah menyurati DPRD Kota Surabaya, dengan tembusan ke Bapenda, dan menyatakan kesediaannya untuk mulai melunasi tunggakan. 

Pada tahap awal, pengembang berjanji akan membayar tunggakan tahun 2019 sebesar Rp860 juta pada akhir April 2025.

“Kami sangat mengapresiasi dukungan Komisi B DPRD dalam membantu proses penagihan. Saat ini, pengembang telah berkomitmen untuk membayar sebagian tunggakan secara bertahap,” tutupnya.

Editor : Redaksi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru