Bank Jatim Diduga Tahan Ijazah Karyawan, LBH GP Ansor Desak Pemprov Bertindak

Reporter : Aldi Fakhrudin
Mohammad Syahid

SURBAYA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pengurus Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Timur menerima aduan terkait dugaan penahanan ijazah karyawan oleh pihak perusahaan Bank Jatim.

Aduan ini mengungkap praktik yang dinilai mencederai hak dasar pekerja dan diduga dilakukan dengan dasar perjanjian kerja tidak manusiawi dan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia

Baca juga: LBH Ansor Jatim Dirikan PoskoBantuan Hukum untuk Korban Penahanan Ijazah oleh Perusahaan

Ketua LBH PW GP Ansor Jatim, Mohammad Syahid, mengungkapkan, praktik ini diduga telah berlangsung cukup lama dan disinyalir tidak hanya terjadi pada satu karyawan. Dalam perjanjian kerja tersebut, Bank Jatim diduga mencantumkan klausul kewajiban penyerahan dokumen pendidikan sebagai syarat kerja yang mengikat.

“Ini bentuk eksploitasi terhadap pekerja. Ijazah adalah hak pribadi dan bukan milik perusahaan,” ujar Mohammad Syahid, dalam keterangan resminya, Senin (6/5). 

Syahid menambahkan, penyimpanan ijazah oleh perusahaan swasta maupun BUMD seperti Bank Jatim secara tegas bertentangan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016, khususnya Pasal 42. 

Pasal tersebut menyatakan bahwa, pengusaha dilarang menahan atau menyimpan dokumen asli yang sifatnya melekat pada pekerja sebagai jaminan.

Kata Syahid, setiap pekerja berhak atas kebebasan dan perlindungan terhadap barang pribadi, termasuk ijazah, tanpa adanya tekanan atau paksaan dalam bentuk perjanjian kerja.

Baca juga: LBH Ansor Jatim, Pertanyakan Rencana Kenaikan PPN 12 Persen

"Ketentuan dalam perjanjian kerja yang memperbolehkan penahanan ijazah adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip perlindungan ketenagakerjaan," imbuhnya.

Syahid menjelaskan, tindakan penahanan ijazah ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pasal 79 Perda Provinsi Jawa Timur nomor 8 tahun 2016 yang berbunyi, Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 42 dan Pasal 72 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50 Juta.

Syahid pun merasa prihatin jika dugaan penahanan ijazah ini benar terjadi. Apalagi di perusahaan milik pemprov Jatim. Sebab hal ini akan bertolak belakang dengan pernyataan Gubernur Khofifah Indar Parawansa pada kasus seruapa sebelumnya.

"Jika benar pengakuan pegawai ini, tentu akan menjadi tamparan keras bagi ibu Gubernur sebagai pemegang kendali utama terhadap BUMD milik daerah, termasuk Bank Jatim, gubernur memiliki tanggung jawab langsung atas tata kelola dan praktik yang diterapkan di dalamnya," ucap dia.

Baca juga: Ketua LBH Ansor Surabaya: Mogok Sidang Hakim Menurunkan Harkat dan Martabat Sendiri

Untuk itu, Syahid mendesak agar Pemrov Jatim segera turun tangan menelusuri secara mendalam atas dugaan penahanan ijazah ini. Bukan hanya kredibilitas pemerintah daerah yang dipertaruhkan, tetapi juga rasa keadilan publik.

"Kami harap, Khofifah segera memerintahkan audit menyeluruh terhadap kebijakan SDM di Bank Jatim dan memastikan tidak ada praktik semacam itu di seluruh BUMD Jawa Timur. Jangan sampai pemerintah terkesan tajam ke luar tapi tumpul ke dalam. Penegakan aturan harus dimulai dari rumah sendiri," tutupnya.

Sebagai informasi, LBH PW GP Ansor Jawa Timur telah membuka layanan pengaduan sekaligus posko bantuan hukum terkait penahanan ijazah, layanan dibuka sejak 23 April 2025.

Editor : Redaksi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru