SURABAYA — Pemerintah kembali menegaskan langkahnya mencetak generasi emas 2045 lewat peluncuran program baru: Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting Indonesia (GATI). Program ini digagas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai strategi jangka panjang membangun keluarga sehat dan produktif.
GATI diluncurkan dalam rangkaian Sosialisasi Program Bangga Kencana yang berlangsung di Lapangan Kepo, Kelurahan Dr. Soetomo, Surabaya. Peluncuran ini menjadi simbol kolaborasi antara pemerintah pusat, DPR RI, dan masyarakat dalam mencegah stunting yang selama ini menjadi persoalan serius.
Baca juga: Program Gaspol Dipuji, Tapi Rizal Bawazier Soroti Urgensi Permodalan UMKM
Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, menyampaikan peran ibu memang vital, namun tidak cukup. “Seorang ibu memang hebat, tapi generasi kuat tidak cukup hanya dengan peran ibu. Butuh sinergi ayah dan ibu, karena stunting bukan hanya soal gizi, ini tentang masa depan anak-anak kita,” kata Arzeti.
Ia juga menyoroti kontribusi nyata Pemerintah Kota Surabaya yang menurunkan kader “Surabaya Hebat” hingga ke tingkat RT/RW. Mereka, kata Arzeti, menjadi pelopor penurunan stunting yang tidak hanya wacana. “Surabaya itu kalau memulai atau pendahuluan tentang terobosan baru itu paling komitmen. Ketika bicara vaksin dan Stunting, Surabaya duluan dari pada daerah lainnya (di Jawa Timur),“ ujarnya.
GATI menempatkan peran ayah sebagai bagian tak terpisahkan dalam pengasuhan anak. Paradigma ini ditegaskan oleh Aninda Rose Novila dari BKKBN Jawa Timur. “Kehadiran ayah sangat penting. Ayah adalah role model pertama bagi anak, pelindung utama, dan kekuatan yang dibutuhkan anak sejak usia dini,” ujarnya.
Baca juga: DPR RI Premanisme Ancaman Serius Stabilitas Sosial dan Ekonomi
Di samping GATI, pemerintah juga meluncurkan Program Nutrisi Gratis bagi anak usia nol hingga dua tahun. Fokusnya: periode 1.000 hari pertama kehidupan yang sangat menentukan kualitas tumbuh kembang anak. “Ini bukan sekadar program, ini adalah investasi negara untuk masa depan yang tak bisa ditunda,” ujar Ratna Juwita Razak, Pranata Humas Ahli Madya BKKBN Pusat.
Acara sosialisasi ini dihadiri ratusan warga. Antusiasme publik mencerminkan perubahan kesadaran bahwa stunting bukan semata isu kesehatan, tapi juga peradaban. Sosialisasi pun menyentuh berbagai tahap siklus hidup manusia, mulai dari remaja hingga lansia.
Baca juga: Wujudkan Generasi Sehat, Menteri Wihaji Kawal Program Gizi Gratis di Pasuruan
Data menunjukkan prevalensi stunting nasional menurun dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen pada 2018. Target 2025 adalah 19,4 persen—angka yang masih di atas ambang batas ideal WHO, yakni 20 persen. Pemerintah percaya target itu realistis.
“Prevalensi stunting kita menurun bahkan di tengah pandemi. Bayangkan jika kondisi normal. Lewat program-program baru ini, kita pastikan target WHO bukan mimpi, tapi keniscayaan,” kata Ratna Juwita.
Editor : Redaksi