SURABAYA – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), bersama sejumlah dinas terkait untuk membahas temuan es krim yang mengandung alkohol. Rapat yang berlangsung di Ruang Komisi D pada Rabu (23/4).
Dengan dihadiri oleh Satpol PP, Dinas Kesehatan, Balai POM Surabaya, Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Baca juga: Sinergi Pemkot dan DPRD Surabaya Wujudkan Pembangunan SMPN Baru
Anggota Komisi D, Imam Syafi’i, menyampaikan apresiasi atas langkah cepat Satpol PP dalam menyegel tempat usaha saat menerima laporan. Namun, ia menyayangkan hasil putusan pengadilan yang hanya menjatuhkan sanksi berupa denda Rp300.000 kepada pelaku usaha melalui proses tindak pidana ringan (tipiring).
“Yang kita ributkan ternyata hanya dijatuhi denda Rp300.000. Karena sudah ada putusan, segel pun harus dibuka dan pelaku usaha kembali beroperasi,” ungkap Imam.
Lebih lanjut, Legislator dari Partai Nasdem ini menjelaskan, bahwa hasil uji laboratorium menunjukkan es krim tersebut mengandung alkohol sebesar 3,35%. Selain itu, hasil inspeksi dari Dinas Kesehatan dan Balai POM menemukan, bahwa tempat produksi es krim tidak memenuhi standar keamanan pangan untuk makanan olahan.
"Ruang produksi tidak memenuhi syarat. Ini sangat mengkhawatirkan, apalagi produk ini sudah sempat beredar luas di area food court yang banyak dikunjungi anak-anak,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, bahwa pelaku usaha diduga menyiasati proses perizinan dengan hanya mendaftarkan produk sebagai es krim biasa, sehingga masuk kategori risiko rendah dan perizinannya bisa langsung terbit.
Baca juga: Komisi D Soroti Pemerataan Akses Pendidikan dan Peran Orang Tua di Surabaya
“Dinas Perizinan menyampaikan, bahwa pelaku usaha memanfaatkan celah dengan hanya mengajukan izin untuk produk es krim biasa. Ini patut didalami lebih lanjut,” tegasnya.
Imam menekankan, bahwa produk beralkohol seharusnya hanya boleh dikonsumsi oleh masyarakat yang berusia di atas 21 tahun. Sementara dalam kasus ini, es krim tersebut dijual bebas dan sempat dikonsumsi oleh anak-anak.
“Ini menyangkut masa depan generasi kita. Kalau bicara regulasi minuman beralkohol, harusnya dijual secara terbatas. Fakta bahwa produk ini beredar di area umum sangat memprihatinkan,” katanya.
Atas dasar itu, Komisi D DPRD Surabaya mendesak, Pemerintah Kota untuk segera mencabut izin usaha pelaku, berdasarkan asas contrarius actus, yaitu bahwa lembaga yang mengeluarkan izin juga berwenang untuk membatalkannya jika ditemukan pelanggaran atau cacat prosedural.
Baca juga: Komisi D DPRD Surabaya Soroti Dugaan Penahanan Ijazah oleh UD Sentosa Seal
“Kami meminta izin usaha tersebut dicabut. Kalau pelaku merasa keberatan, silakan tempuh jalur hukum. Namun, sikap tegas ini penting sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat,” tegas Imam.
Ia juga menyoroti, kesan adanya ketimpangan dalam penegakan hukum. Menurutnya, penindakan terhadap pelaku usaha besar cenderung lemah dibandingkan dengan perlakuan terhadap pedagang kecil atau PKL.
“Kalau menyangkut pedagang kecil, penindakan sangat cepat dan tegas. Tapi kalau menyangkut pemilik modal besar, terkesan dibiarkan. Ini tidak adil. Hukum harus berlaku sama bagi semua warga,” tandasnya.
Editor : Redaksi