Enny Minarsih Dorong Akses Permodalan UMKM Lewat BPR SAU

Enny Minarsih
Enny Minarsih

SURABAYA – Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya dari Fraksi PKS, Enny Minarsih, memaparkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat dalam kegiatan reses di 12 titik wilayah Daerah Pemilihan (Dapil) I Kota Surabaya.

Dalam kesempatan tersebut, Enny mengungkapkan bahwa mayoritas aspirasi masyarakat, khususnya dari kalangan ibu-ibu, berkaitan dengan persoalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama mengenai akses permodalan dan fasilitas usaha.

Baca Juga: Raperda Pengelolaan Pemakaman dan Pengabuan Jenazah, PKS Tekankan Aspek Sosial dan Budaya

“Ketika sesi diskusi, karena mayoritas peserta adalah ibu-ibu, segmen pembahasannya pun banyak berkaitan dengan masalah UMKM,” ujar Enny, pada saat dikonfirmasi oleh pawarta tikta Jumat (23/5).

Sebagai solusi, Enny mensosialisasikan keberadaan Bank Perkreditan Rakyat Surya Artha Utama (BPR SAU), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Kota Surabaya, yang dinilainya dapat menjadi alternatif permodalan bagi pelaku UMKM.

Namun, menurut Enny, masih banyak pelaku UMKM yang belum mengenal program-program BPR SAU karena minimnya sosialisasi. Akibatnya, tidak sedikit warga yang justru terjebak pinjaman dari lembaga keuangan informal atau rentenir, seperti "bank titil" dan koperasi Mekar.

“Kalau tidak saya kenalkan, masyarakat tidak akan tahu. Program BPR SAU itu masih sangat asing bagi mereka,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Enny menyampaikan bahwa dirinya berupaya menjadi mediator agar informasi program-program permodalan dari BPR SAU dapat lebih tersampaikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Ia menekankan pentingnya adanya bukti nyata dari kegiatan reses, bukan sekadar wacana.

Baca Juga: Jelang Ramadan Pelaku UMKM di Surabaya Untung Besar, Enny Minarsih: Semoga Berkah

“Saya ingin kegiatan reses ini menghasilkan output konkret. Misalnya, ada kelompok usaha yang benar-benar bisa difasilitasi permodalannya. Itu akan menjadi portofolio keberhasilan, bukan sekadar janji atau rencana,” jelasnya.

Untuk itu, Enny mendorong pelibatan Ketua PKK di tingkat RT sebagai penanggung jawab dalam mengidentifikasi pelaku UMKM yang benar-benar membutuhkan dan layak didampingi. Ia berharap program ini bisa menjadi langkah awal pemetaan UMKM yang potensial.

“Yang paling mudah itu, PJ-nya Ketua PKK RT. Mereka yang paling tahu kondisi warganya. Siapa yang betul-betul menjalankan UMKM, siapa yang butuh permodalan. Mereka ini bisa dijadikan pilot project dalam bentuk kelompok kecil, misalnya lima orang,” terangnya.

Baca Juga: Reses di Tegalsari, Politisi PKS Disambati Pasar Pagi hingga Sulitnya Mengajukan Pinjaman Modal UMKM

Skema awalnya, lanjut Enny, setiap anggota kelompok akan mendapatkan bantuan permodalan sebesar Rp2,5 juta. Jika dalam kurun waktu satu tahun usaha mereka dinilai berkembang, maka akan ada tambahan modal sebesar Rp5 juta per orang.

Selain persoalan modal, Enny juga mencatat beragam kebutuhan pelaku UMKM lainnya, mulai dari sarana usaha seperti rombong, tempat berjualan, hingga pelatihan pemasaran. Ia menyoroti, bahwa banyak pelaku usaha konvensional mengalami stagnasi karena kesulitan beradaptasi dengan sistem digital.

“Transformasi dari offline ke online itu tidak mudah, apalagi bagi pelaku usaha yang lama. Jika mereka punya modal, mungkin bisa membayar tenaga muda untuk membantu. Tapi kenyataannya, lagi-lagi kendalanya ada pada modal,” jelasnya.

Editor : Redaksi