SURABAYA – Calon Gubernur Jawa Timur, Luluk Nur Hamidah, mendiskusikan upaya penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di kantor DPW PKB Jawa Timur pada Selasa, (8/10).
Pertemuan ini membahas langkah-langkah konkret Luluk dalam menghadapi tingginya angka kekerasan seksual di provinsi Jawa Timur, yang tercatat sebagai provinsi dengan angka kekerasan seksual tertinggi kedua di Indonesia.
Baca juga: Sikapi PSN, Luluk Minta Warga Kenjeran Diposisikan Aktor Utama Pembangunan Kawasan Pesisir
“Kita harus serius, tidak boleh main main dalam mengatasi masalah ini karena kasus kekerasan di jawa timur tertinggi nomor 2 di Indonesia baik untuk perempuan dan anak,” kata Luluk.
Aktivis perempuan dan anak itu menekankan pentingnya langkah taktis yang harus segera diambil. Langkah pertama yang diajukan adalah memberikan dukungan penuh terhadap pusat layanan bagi korban kekerasan.
“Langkah pertama yang harus kita ambil adalah memberikan dukungan berupa asistensi kepada pusat-pusat layanan korban, baik yang dikelola pemerintah maupun komunitas. Dukungan ini mencakup peningkatan kemampuan personel melalui pelatihan cara menangani korban, mendeteksi, serta mencegah terjadinya kekerasan,” ungkap Luluk.
Selain itu, Luluk juga menegaskan pentingnya meningkatkan efisiensi unit pelayanan terpadu dalam memberikan respons yang cepat dan tepat.
"Pelayanan harus gesit, cepat, trengginas, dan tuntas. Tidak boleh ada korban yang menunggu terlalu lama tanpa bantuan," tegas Luluk.
Baca juga: Luluk Nur Hamidah Tekankan Birokrasi yang Responsif pada Masyarakat
Langkah kedua yang diusulkan oleh Luluk adalah memberikan dukungan anggaran yang memadai bagi unit-unit pelayanan. Menurutnya, saat ini jumlah personel di beberapa unit pelayanan terpadu masih kurang.
“Saya tahu bahwa di beberapa unit, tenaga personilnya memang terbatas, dan ini berdampak pada pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, saya mendorong agar pemerintah provinsi membuka diri untuk merekrut tenaga baru. Kita bisa memanfaatkan sumber daya dari kampus-kampus yang memiliki jurusan psikologi, konseling, atau pemberdayaan masyarakat,” imbuh Luluk.
Jawa Timur saat ini menjadi sorotan bukan hanya karena tingginya kasus kekerasan seksual, tetapi juga menonjolnya kasus kasus kekerasan yang terjadi tersebut. Banyak kasus pelecehan yang melibatkan orang-orang yang seharusnya melindungi dan memberikan rasa aman, seperti kasus pemerkosaan yang melibatkan pengasuh dan tokoh agama.
“Kasusnya bukan lagi tentang dicubit atau disenggol saja, bahkan pemerkosaan oleh orang yang seharusnya memberi tempat aman atau yang dianggap bermoral di masyarakat. Contohnya kasus pemerkosaan santri hingga hamil oleh kyai nya sendiri; anak-anak yang mengalami perbudakan seksual oleh pengasuhnya sendiri, kasus 3 anak di bawah umur dari jember yang mengalami perbudakan seksual harus melayani 15-20 laki-laki dewasa tiap harinya” jelas Luluk.
Baca juga: Hadiri Bedah Buku, Luluk Pastikan Pemerintahan Lebih Terbuka
Berdasarkan laporan dari KPAI dan Komnas Perempuan, Luluk menyatakan keprihatinannya atas minimnya upaya serius yang dilakukan oleh pemerintah provinsi terkait isu ini. Bahkan, beberapa kasus kekerasan seksual di pesantren justru berakhir dengan perlindungan terhadap pelaku.
"Sudah saatnya kita mengambil tindakan nyata. Tidak boleh ada lagi kasus kekerasan seksual yang disembunyikan, apalagi dilindungi pelakunya," tutup Luluk.
Diskusi ini diharapkan menjadi awal dari langkah nyata dalam menangani kasus kekerasan seksual di Jawa Timur, demi terciptanya perlindungan maksimal bagi perempuan dan anak di wilayah Jawa Timur.
Editor : Redaksi