DPRD Surabaya Soroti Pasar Liar Tanjungsari, Minta Penertiban dan Sanksi Tegas

Reporter : Aldi Fakhrudin
Rapat dengar pendapat di Komisi B DPRD Surabaya

SURABAYA – Komisi B DPRD Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah dinas terkait, guna membahas penertiban pasar liar di kawasan Tanjungsari, Senin (11/8).

Rapat tersebut dihadiri oleh pimpinan dan anggota Komisi B DPRD Surabaya, serta perwakilan dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan (Dinkopumdag), Satpol PP, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Baca juga: DPRD Surabaya Desak Pemkot Serius Tertibkan Parkir Liar dan Maksimalkan PAD

Serta Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Pertanahan (DPRKPP), Camat Sukomanunggal, Camat Bubutan, Lurah Tanjungsari, dan Lurah Bubutan.

Kepala Dinkopumdag Surabaya, Febrina Kusumawati, mengungkapkan bahwa hasil tinjauan lapangan bersama Komisi B menemukan berbagai ketidaksesuaian antara izin dan kondisi di lapangan.

"Ada empat potret lapangan yang kami temui, semuanya punya masalah berbeda: luasan yang tidak sesuai, KPLI berbeda, hingga jam operasional yang melanggar aturan. Kalau ketentuan berbunyi A, tapi lapangan B, ya harus kita tindak," ujarnya.

Febrina menegaskan, bahwa penertiban bukan persoalan sulit atau tidak, melainkan soal menjalankan ketentuan hukum yang telah diatur dalam perda dan perwali.

"Kalau sudah ada surat peringatan (SP) dan tidak diindahkan, ya tinggal lanjut ke langkah hukum. Prosesnya jelas," tegasnya.

Ia juga mengakui bahwa penertiban baru kembali dibahas secara serius meskipun isu ini sudah muncul sejak periode sebelumnya. "Kalau dulu sempat belum terlaksana, sekarang kita lakukan. Setelah rapat ini, kami segera keluarkan SP," tambahnya.

Baca juga: DPRD Surabaya Desak Pemkot Serius Tertibkan Parkir Liar dan Maksimalkan PAD

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Surabaya, Mochammad Machmud, menyoroti lemahnya fungsi pengawasan di tingkat kelurahan dan kecamatan. Menurutnya, lurah dan camat seringkali membiarkan pelanggaran hingga semakin meluas.

"Sudah tahu ada satu-dua pedagang di badan jalan, tapi dibiarkan sampai jadi puluhan bahkan ratusan. Sama halnya tanah pemkot yang dibiarkan ditempati sampai jadi kampung satu RW. Ketika mau dibongkar, jadi rumit," tegasnya.

Machmud mengingatkan bahwa setiap kecamatan memiliki Satgas Penertiban yang seharusnya aktif memantau pelanggaran, mulai dari pedagang di trotoar hingga bangunan yang menutup aliran sungai. 

Ia mencontohkan kawasan Kaliana yang baru dibongkar setelah bertahun-tahun dibiarkan.

Baca juga: DLH Surabaya Imbau Warga Jaga Kebersihan, DPRD Soroti Lemahnya Pengawasan dan Aturan

Ia juga menyinggung kasus di kawasan Koblen yang sempat mendapat izin khusus karena statusnya sebagai cagar budaya.

Berdasarkan rekomendasi tim cagar budaya tahun 2020, lokasi tersebut diberi waktu dua tahun untuk dibangun sesuai peruntukan. Namun hingga 2025, pembangunan tidak kunjung dilakukan.

"Itu berarti izinnya sudah mati sejak 2022. Kalau mau bergerak, sudah tidak boleh lagi. Camat sudah kami minta bantu mengawasi," ujarnya.

Sebagai informasi, sejumlah pasar liar dan bangunan bermasalah di Tanjungsari belum menerima SP1 atau SP2.

Editor : Redaksi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru