Tikta.id - Mengusung tema "Evolve", Innofashion Show 2024 hadir dengan semangat baru. Ajang tahunan dari para mahasiswa semester akhir program Textile and Fashion Design atau DFT Petra Christian University (PCU) ini kembali menjadi panggung bagi para desainer muda untuk memamerkan karya-karya inovatifnya. Beragam karya fashion ditampilkan dengan semangat perubahan dan evolusi.
“Evolve" diangkat sebagai tema untuk menunjukkan pertumbuhan atau perubahan yang telah dirasakan oleh mahasiswa dalam membentuk diri yang kompeten. Selain jadi ajang apresiasi akan pencapaian akademis para mahasiswa, Innofashion Show juga hadir sebagai wadah untuk berkreasi di bidang fashion,” kata Rika Febriani selaku Ketua Program DFT PCU, Kamis (15/8).
Baca Juga: Didiet Maulana Ungkap Makna di Balik "Pesan yang Datang Belakangan"
Rika menyebutkan, hasil karya mahasiswa dalam Innofashion Show kali ini sangat bhinneka, yaitu tak cuma berupa desain busana, para mahasiswa juga diperbolehkan untuk menampilkan aspek fashion lainnya seperti fashion photography dan fashion writing. Tema karyanya juga sangat kaya, yakni sustainable fashion, creative fabric, dan kampanye sosial lewat produk fashion.
“Setiap karya yang ditampilkan merupakan perwujudan jati diri dan totalitas para mahasiswa,” ungkap Rika.
Ketua Panitia Innofashion Show 2024, Sthefanie Natajaya menambahkan, ada serangkaian acara menarik yang ikut memeriahkan, seperti Exhibition, Workshop, Competition, Talkshow, dan Fashion Show. Salah satunya adalah Color Analysis Workshop bertajuk “Radiate You!” oleh Arty Ardiwinata.
Workshop tersebut mengungkap cara memilih personal color yang sesuai dengan warna kulit, untuk menunjang penampilan. Sementara itu, ada beberapa karya mahasiswa DFT PCU di Innofashion Show kali ini, seperti milik Sherly Sanjaya Lie misalnya.
Karyanya yang diberi berjudul "Magnificent of Scarce" ini menonjolkan keindahan dari flora endemik Sumatera yang langka dan terancam punah. Namanya bunga Titan Arum. Sherly menampilkan bunga itu dalam balutan karya busana, dengan keunikan bentuknya yang raksasa, yang semakin mendukung style avant garde pada koleksi ini.
“Perpaduan style avant garde dengan flora Indonesia ini memiliki konsep yang berani, mewah, namun tetap elegant. Avant Garde berarti eksperimental, sehingga dalam pengerjaannya, karya ini juga melalui beberapa eksperimen hingga menghasilkan bentuk yang unik dan siluet yang sesuai,” kata Sherly.
Ia menambahkan, Embellishment dari koleksi ini juga dibuat handmade agar tampak lebih unik dan berbeda dari yang lain.
Kemudian adapula karya dari Valencia Lolita yang mengangkat konsep Daily Wear Anak dengan Motif Patchwork Ilustrasi, yang didesain dengan mempertimbangkan pengalaman sensori anak usia 3-5 tahun.
“Pakaian ini memfasilitasi pengenalan anak terhadap beragam bentuk, tekstur, dan warna, di mana motif patchwork-nya dapat dimainkan, dilepas pasang, dan diputar,” rinci Valencia.
Mahasiswi DFT PCU ini mengaku terinspirasi dari sensory kids play book atau busy book. Dari elemen-elemen edukatif yang ada di buku itu, Valencia memasukkannya menjadi desain pakaian sehari-hari untuk menciptakan pengalaman sensory play yang berkelanjutan.
Selanjutnya ada karya milik Gladys Christabel Anggomez dengan judul “Temu Hati”, yang disimbolkan sebagai jati diri. Setiap motif menggambarkan perjalanan untuk menemukan jati diri. Terinspirasi dari kisah beberapa perempuan Indonesia yang didiagnosa gangguan ADHD, atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
Baca Juga: Didiet Maulana Ungkap Makna di Balik "Pesan yang Datang Belakangan"
“Diagnosa ini jadi kunci yang membukakan jalan bagi mereka menuju self-acceptance dan kedamaian yang sesungguhnya dengan diri sendiri,” cerita Gladys.
Lewat karya ini, Gladys ingin menunjukkan pentingnya mental health awareness dan diagnosa terhadap kualitas hidup seseorang. Ia juga menerapkan konsep sensory friendly, dengan menggunakan bahan yang ramah indera. Seperti penggunaan kain yang lembut dan dingin, mengurangi ekspos jahitan, dan penyediaan kantong yang luas.
Berikutnya ada Febe Lukmantio, yang membuat koleksi busana after party berjudul “Starlight”. Konsepnya dipadu-padankan dengan detachable accessories yang dapat di-mix and match dengan after party attire lainnya, sehingga menghasilkan beberapa look. Uniknya, bahan yang digunakan Febe dalam karya aksesorisnya itu merupakan hasil daur ulang.
“Detachable accesories ini dibuat dari upcycle beberapa jenis gelas plastik, dengan menggunakan teknik makrame,” jelas Febe.
“Starlight” sendiri punya arti sebagai cahaya bintang. Dengan design yang memiliki kesan sexy, bold, tapi tetap elegan, koleksi ini ingin membuat setiap orang yang memakainya terlihat sebagai bintang yang bercahaya.
Tak ketinggalan karya milik Regina Kezia. Koleksi bertajuk "CANDELA" ini terinspirasi dari nama belakang sang desainer.
"Memiliki arti lilin yang bersinar dan menyala. Menampilkan tiga macam busana haute couture dengan konsep rekayasa yang dibalut dengan sentuhan unik dan elegan,” ujar Regina.
Baca Juga: Pertukaran Budaya, Mahasiswa Jepang Ikuti Study Tour di PCU
Menariknya, koleksi ini menampilkan busana 2 in 1 (two in one), yang didesain agar bagian di sekitar pinggang dan bahu dapat dibuka dan disampirkan ke bawah. Dari karya ini, Regina ingin menampilkan sosok perempuan yang menghargai keanggunan, keunikan, dan kemewahan.
Dengan kain bermotif jacquard dan kain taffeta voile polos yang dijahit menjadi satu, busana ini menyajikan transformasi yang mencolok saat dilepas.
Terakhir, ada Chavella Christensia dengan karyanya yang berjudul “Beyond Tales”, di mana konsepnya mencerminkan perancangan wedding dress yang mengangkat cerita rakyat khas Indonesia. Pengaplikasian hasil transformasi ke dalam detail busana dilakukan secara implisit dengan desain yang modern dan inovatif.
“Cerita rakyat yang diangkat adalah Asal Usul Burung Cendrawasih (Papua), Keong Mas (Jawa Timur), dan Joko Kendil (Jawa Tengah). Lewat karya ini, aku ingin mengenalkan cerita rakyat Nusantara kepada masyarakat luas, serta sebagai bukti bahwa kekayaan Indonesia yang kental akan budaya dapat dikemas menjadi wedding dress yang modern,” ungkap Chavella.
Ia juga ingin karya ini dapat meningkatkan penggunaan busana sebagai media untuk bercerita (story telling).
Rupanya, selain enam karya tersebut, total ada lebih dari 20 karya yang juga akan ditampilkan pada Malam Puncak Innofashion Show 2024 tanggal 22 Agustus 2024, di Convention Hall lantai 6 Tunjungan Plaza 3, Surabaya.
Editor : Redaksi