SURABAYA – Permasalahan terkait ketidaksesuaian data kemiskinan dan target penurunan angka kemiskinan ekstrem menjadi perhatian utama dalam Rapat Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Tahun Anggaran 2024 Surabaya bersama Dinas Sosial.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Pansus LKPJ DPRD Surabaya, Ajeng Wirawati, menegaskan pentingnya pelibatan RT dan RW dalam proses pendataan di tingkat kelurahan guna meminimalisir ketidaksesuaian data.
Baca Juga: DPRD Dorong Pemkot Prioritaskan Pengembangan RSUD BDH
“Kami berharap forum musyawarah di tingkat kelurahan dapat kembali diaktifkan agar data dari RT dan RW bisa tersinkronisasi dengan baik. Kecepatan dan ketepatan Dinas Sosial dalam melakukan survei sangat dibutuhkan untuk memperoleh data yang valid dan riil,” jelas Ajeng, Jumat (11/4).
Politisi Partai Gerindra itu juga menyoroti target kemiskinan ekstrem nol persen yang dinilai belum tersosialisasi dengan baik dan tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan.
“Mungkin indikator pendapatan kemiskinan ekstrem itu Rp742.000 per kapita. Tapi kalau di Surabaya, Rp25.000 per hari masih sangat minim,” tambahnya.
Lanjut, Ajeng menegaskan bahwa meskipun data BPS menunjukkan angka kemiskinan ekstrem di Surabaya telah mencapai nol persen, DPRD tetap mendorong agar penghitungan kesejahteraan dilakukan secara lebih komprehensif.
“Kita harus mengupayakan kesejahteraan, baik bagi keluarga miskin (gamis) maupun pra-miskin (pramis), baik yang berpenghasilan Rp742.000 per kapita maupun yang di bawah Rp1,5 juta,” tuturnya.
Baca Juga: Pansus LKPJ Wali Kota 2024 Dibentuk, DPRD Surabaya Fokus Evaluasi Program
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya, Anna Fajriatin, mengungkapkan bahwa ketidaksesuaian data kemiskinan juga disebabkan oleh belum adanya satu data nasional yang terintegrasi.
“Pemerintah daerah selama ini berharap ada data yang sama dari pusat, tetapi hingga kini belum ada. Setiap instansi pusat memiliki data masing-masing, ada dari Kemenko PMK, ada Regsosek dari BPS,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa setiap program bantuan menggunakan basis data yang berbeda-beda. Data bantuan yang diterima harus disalurkan sesuai dengan basis data tersebut, dan tidak dapat diubah sembarangan, kecuali melalui Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang prosesnya cukup sulit.
Baca Juga: Gerindra Apresiasi Program Makan Bergizi Gratis untuk 6.159 Siswa di Surabaya
“Permasalahan ini tidak hanya terjadi di Surabaya, tapi juga di daerah lain,” tambahnya.
Anna pun mengaku optimistis dengan hadirnya Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang saat ini sedang dalam tahap pemutakhiran.
“DTSEN merupakan data nasional yang bersumber dari DTKS Kemensos, P3KE dari Kemenko PMK, dan Regsosek dari Bappenas. Saat ini proses pemutakhiran data dilakukan bersama dengan pendamping PKH,” pungkasnya.
Editor : Redaksi