Komisi D DPRD Surabaya Bahas Polemik Daftar 144 Penyakit dan Sistem Rujukan BPJS

Rapat Komisi D terkait BPJS
Rapat Komisi D terkait BPJS

SURABAYA – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, sejumlah perwakilan dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), serta puluhan kepala puskesmas se-Kota Surabaya.

RDP yang berlangsung di ruang paripurna lantai 3 Gedung DPRD tersebut membahas pelayanan kesehatan, khususnya terkait daftar 144 penyakit dasar dan sistem rujukan dalam program BPJS Kesehatan yang belakangan menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Baca Juga: Komisi D DPRD Surabaya Soroti Pembongkaran di Kawasan Cagar Budaya, Dorong Pembentukan TPKCB

Menanggapi hal tersebut, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya, Hermina Agustin Arifin, menegaskan bahwa tidak ada aturan resmi yang menjadikan daftar 144 diagnosa sebagai pembatasan rujukan pasien. Ia menjelaskan bahwa daftar tersebut hanya merujuk pada standar kompetensi dasar dokter umum.

"Daftar 144 diagnosa itu bukan aturan. Itu merupakan standar kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh lulusan dokter umum. Bukan berarti penyakit-penyakit tersebut tidak bisa dirujuk ke dokter spesialis jika memang ada indikasi medis," jelas Hermina, pada Selasa (1/7).

Hermina juga menekankan, bahwa dalam kasus gawat darurat, penentuannya dilakukan oleh tim medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD), sesuai prosedur medis yang berlaku.

"Yang menentukan suatu kasus masuk kategori gawat darurat atau tidak adalah tim medis di IGD rumah sakit. Kami berharap rumah sakit tetap memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya untuk kasus-kasus gawat darurat," ujarnya.

Sementara itu, untuk kasus yang tidak termasuk kategori gawat darurat, masyarakat tetap diimbau untuk mengakses layanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau klinik). Jika diperlukan, pasien akan dirujuk secara resmi ke spesialis oleh fasilitas primer.

"Artinya, daftar 144 diagnosa itu bukan batasan rujukan. Walaupun suatu penyakit tercantum dalam daftar tersebut, tetap bisa dirujuk sepanjang ada indikasi medis," tegas Hermina.

Baca Juga: Pembangunan RSUD Surabaya Selatan Diundur, Komisi D DPRD Usulkan Anggaran Dialihkan ke RSUD BDH

Di sisi lain, Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, dr. Akmarawita Kadir, menyayangkan simpang siurnya informasi di masyarakat yang menganggap daftar 144 penyakit sebagai acuan pembatasan rujukan BPJS.

"Sebenarnya, ini sudah terlanjur viral. Padahal faktanya, daftar 144 penyakit itu tidak memiliki dasar hukum yang jelas," tegasnya.

Akmarawita juga menyoroti sistem informasi manajemen puskesmas (simpus) yang dinilai perlu dievaluasi, terutama dalam pencatatan diagnosa yang mengacu pada daftar tersebut.

"Contohnya asma attack, yang masuk daftar 144. Padahal asma attack adalah kondisi sesak napas yang bisa menjadi emergensi. Dalam kondisi gawat darurat seperti itu, pasien wajib diterima di IGD rumah sakit," jelasnya.

Baca Juga: Lambatnya Respons Darurat, Warga Dupak Meninggal Dunia: DPRD Sorot Kinerja Puskesmas dan Layanan 112

Menurutnya, jika rumah sakit menolak pasien hanya karena penyakitnya masuk dalam daftar 144, itu berbahaya dan menyesatkan. Karena itu, ia meminta Dinas Kesehatan Kota Surabaya segera melakukan evaluasi terhadap sistem simpus agar tidak lagi mencantumkan daftar tersebut tanpa dasar hukum.

"Ini jadi pelajaran penting bagi kita semua, khususnya di Kota Surabaya. Setiap kebijakan yang dijalankan harus berbasis pada aturan yang jelas, seperti Peraturan Wali Kota (Perwali) atau regulasi resmi lainnya," tandasnya.

"Jangan sampai menjalankan kebijakan berdasarkan informasi yang tidak sahih atau bahkan hoaks. Saya minta Dinas Kesehatan mengevaluasi sistem simpus agar tidak lagi menggunakan daftar 144 penyakit yang tak memiliki dasar hukum," tutup Akmarawita.

Editor : Redaksi