Pakar Hukum Nilai Pemkot Surabaya Salah Prosedur Tetapkan Pajak Kurang Bayar SPBU

Reporter : Aldi Fakhrudin
Himawan Estubagyo

SURABAYA – Pakar hukum Universitas Wisnuwardhana Malang, Himawan Estubagyo, menilai langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menetapkan pajak kurang bayar, lisplang merah pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tidak sesuai prosedur hukum dari segi administrasi.

“Langkah yang dilakukan Pemkot Surabaya dari segi hukum administrasi kurang tepat. Harusnya ketika ada temuan BPK, Pemkot memberi jawaban tertulis lebih dulu dan mengajak DPRD untuk konsultasi, bukan langsung menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar,” kata Himawan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi B DPRD Surabaya, Selasa (19/8).

Baca juga: Kursi Direktur Utama KBS Masih Kosong, Pemkot Buka Lagi Proses Seleksi Pimpinan Baru

Himawan menjelaskan, sejak 2019 hingga 2023 seluruh pengusaha SPBU di Surabaya telah membayar pajak reklame sesuai Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Namun pada akhir 2023, Pemkot tiba-tiba mengeluarkan SKPD-KB (Kurang Bayar) dengan dasar hasil audit BPK. 

“Ini menimbulkan interpretasi yang berbeda. Padahal regulasinya tetap sama, Perda Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Reklame. Jadi, kenapa tiba-tiba ada kurang bayar?” ujarnya.

Baca juga: DPRD Surabaya Desak Pemkot Serius Tertibkan Parkir Liar dan Maksimalkan PAD

Menurutnya, keputusan tersebut tidak semestinya diambil sepihak. “Kalau memang ada tambahan beban pajak, wajib pajak seharusnya diajak bicara dulu. Pemkot juga mestinya berdiskusi dengan DPRD, karena perda pajak reklame ditetapkan bersama DPRD,” tegasnya.

Himawan juga menilai langkah Pemkot Surabaya memasang tanda silang di SPBU berlisplang merah justru berbahaya di mata masyarakat. “Itu bisa menimbulkan persepsi salah, seolah-olah SPBU tersebut nakal atau melakukan pelanggaran oplosan yang baru saja viral. Padahal, SPBU berlisplang merah memiliki fungsi pelayanan publik dari Pertamina, bukan sekadar urusan bisnis,” jelasnya.

Baca juga: Minta Libatkan Masyarakat, Warga Tambak Asri Keberatan Normalisasi Sungai Kali Anak 18 Meter

Ia juga mempertanyakan mengapa penetapan di Surabaya berbeda dengan daerah lain. “Kenapa di Pasuruan tidak, di Sidoarjo tidak, di Mojokerto tidak, di Gresik juga tidak. Padahal pengusaha SPBU yang sama juga beroperasi di luar Surabaya,” ungkapnya.

Himawan menegaskan agar Pemkot tidak terburu-buru mengambil tindakan hukum sebelum persoalan ini jelas. “Jangan dulu melakukan tindakan hukum apa pun sebelum clear. Lebih baik Pemkot bersama DPRD datang ke BPK, berdiskusi, dan memberi argumentasi mengapa kondisi di Surabaya berbeda dengan daerah lain,” tandasnya.

Editor : Redaksi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru