Refleksi Sumpah Pemuda 2025: Menjaga Kemewahan Terakhir Seorang Pemuda

Reporter : Eric SP
Musaffa' Safril

SURABAYA - Peringatan Sumpah Pemuda hari ini telah memasuki 97 tahun setelah ikrar bersejarah 1928, membawa kita pada sebuah refleksi mendalam. Sumpah Pemuda bukan hanya monumen kata-kata, melainkan gema keberanian yang menolak ketakutan, penanda lahirnya kesadaran kolektif tentang Indonesia yang satu. 

Namun, di tengah gemuruh globalisasi, hiruk-pikuk popularitas digital, dan derasnya arus informasi, semangat kepemudaan itu kini menuntut bentuk baru: keberanian berpikir dan bersikap merdeka.

Baca juga: Sumpah Pemuda Momentum Bagi Generasi Z Surabaya untuk Berani Berinovasi

Tahun 2025 menyajikan sebuah pertanyaan kritis: Apakah nyala semangat pemuda masih membakar, ataukah telah meredup di bawah gemerlap kenyamanan dan kepatuhan semu? Sumpah Pemuda dahulu lahir dari kegelisahan, keyakinan bahwa bangsa besar hanya lahir dari generasi yang berani menanggung risiko, bukan dari ruang ber-AC yang merekam citra.

Keberanian sebagai Kemewahan Terakhir

Nilai sejati seorang pemuda hari ini diukur dari sejauh mana ia memiliki keberanian menyuarakan kebenaran, bahkan ketika harus melawan arus besar opini yang digiring algoritma, bahkan ketika harus menabrak tembok kekuasaan yang mencoba membungkus kebenaran dengan narasi semu. Inilah batu ujian nurani. Sebab, di zaman ketika idealisme sering dipertukarkan dengan posisi dan popularitas, keberanian justru menjadi kemewahan terakhir seorang pemuda.

Pemuda sejati menolak menunggu arah angin, tidak menjilat demi posisi, dan tidak menyembunyikan idealismenya di bawah ketiak kekuasaan. Ia memilih berdiri di atas kaki sendiri, meski rapuh dan sendirian, karena di sanalah letak kehormatan seorang pejuang sejati.

Baca juga: Sumpah Pemuda: Terkurung dalam 'Ritual Oktober' atau Spirit Merombak Kuasa?

Panggilan Moral untuk Keaslian Diri

Refleksi Sumpah Pemuda hari ini bukan sekadar nostalgia sejarah. Ini adalah panggilan moral bagi generasi muda untuk tidak kehilangan keaslian dirinya. Di tengah derasnya kompromi, masihkah kita memiliki keberanian untuk berkata "tidak" pada ketidakadilan? Masihkah kita yakin bahwa perubahan lahir dari penentangan terhadap kebohongan, bukan dari kepatuhan yang melenakan?

Menjaga Indonesia berarti menjaga keberanian. Tanpa keberanian, semua cita-cita hanya tinggal wacana. Tanpa kejujuran, segala perjuangan kehilangan makna. Ketika dunia terus berubah, pemuda Indonesia dipanggil untuk menjadi penuntun arah zaman, bukan sekadar pengikut.

Baca juga: Kobarkan Semangat Persatuan, Rutan Pemalang Gelar Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97

Karena kemewahan terakhir seorang pemuda bukanlah kekuasaan, bukan pula popularitas, melainkan keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri di tengah tekanan yang ingin membuatnya menyerah.

Inilah makna sejati dari Sumpah Pemuda hari ini: Bersatu dalam Keberanian, Merdeka dalam Pikiran, dan Teguh dalam Kejujuran. 

*)Oleh: Musaffa Safril, Ketua PW GP Ansor Jatim

Editor : Redaksi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru