JAKARTA - Apa yang terjadi ketika cinta, obsesi, dan keyakinan spiritual bertabrakan di ruang sunyi dua manusia yang saling menguji? Holy Smoke, karya Jane Campion, bukan sekadar drama relasi, melainkan studi psikologis tentang kendali, kebebasan, dan ilusi.
Ruth Barron (Kate Winslet), seorang perempuan muda Australia, mengalami pencerahan spiritual selama perjalanannya ke India. Ia merasa tercerahkan, menemukan makna hidup dalam ajaran guru spiritual yang ia yakini. Namun, keluarganya melihatnya lain. Mereka menganggap Ruth terjerumus ke dalam kultus dan menyusun siasat memulangkannya ke Sydney.
Baca Juga: Manual of Love: Empat Wajah Cinta dalam Bingkai Realita
Di situlah muncul PJ Waters (Harvey Keitel), seorang “deprogrammer” profesional yang diundang keluarganya untuk menarik Ruth kembali ke “realitas”. Ruth dibawa ke sebuah pondok di pedalaman Australia. Di sana, antara panas gurun dan sunyi yang memekakkan, dua ego besar bertemu. Ruth dan PJ terlibat dalam perang psikologis yang perlahan berubah menjadi tarik-menarik seksual, lalu menjadi pertarungan kekuasaan yang lebih dalam dan membingungkan.
Konflik dalam Holy Smoke bukan semata antara pencerahan spiritual dan skeptisisme barat. Film ini menggali bagaimana relasi dominasi bisa lahir dari niat baik. PJ, yang awalnya datang dengan misi menyelamatkan, perlahan kehilangan arah ketika dihadapkan pada keteguhan Ruth. Sebaliknya, Ruth sendiri mempermainkan peran, menantang otoritas pria yang mencoba menaklukkannya.
Baca Juga: Manual of Love: Empat Wajah Cinta dalam Bingkai Realita
Kate Winslet tampil berani, baik secara emosional maupun fisik, menampilkan Ruth yang kompleks—rapuh tapi kuat, berani tapi juga penuh manipulasi. Harvey Keitel menghadirkan karakter PJ sebagai sosok yang awalnya meyakinkan, namun semakin lama semakin terurai oleh rasa frustrasi dan ego.
Campion, lewat sinematografi yang indah dan narasi yang lambat namun intens, membawa penonton menyelami ruang-ruang ambigu: antara cinta dan kontrol, antara pembebasan dan pemaksaan.
Baca Juga: Manual of Love: Empat Wajah Cinta dalam Bingkai Realita
Pesan moralnya: Tidak semua yang terlihat menyelamatkan benar-benar membawa kebaikan. Dan kadang, kepercayaan yang paling dalam justru diuji oleh orang-orang yang mengaku ingin menolong.
Editor : Redaksi