JAKARTA - Hidup di lingkungan keluarga yang toxic seringkali meninggalkan luka mendalam. Hubungan yang seharusnya menjadi sumber kasih sayang justru bisa menjadi sumber stres dan trauma.
Namun, pemulihan bukan hal mustahil. Banyak orang membuktikan keluar dari lingkaran tersebut bisa dilakukan asalkan ada kesadaran dan keberanian untuk memulai langkah kecil.
Baca Juga: Apa Itu Toxic Masculinity? Kenali Ciri dan Contohnya dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Kenali Akar Masalahnya
Langkah awal menuju pemulihan mengenali pola perilaku yang menyakitkan. Coba catat situasi atau ucapan yang membuat Kamu merasa terluka, cemas, atau bersalah tanpa alasan jelas. Kesadaran ini penting untuk memisahkan mana yang menjadi tanggung jawab Kamu dan mana yang tidak.
2. Belajar Menetapkan Batasan
Batasan bukan tanda durhaka, melainkan bentuk perlindungan diri. Kamu berhak mengatakan “tidak” pada percakapan yang menyakitkan, atau memilih menjaga jarak demi kesehatan mental. Strategi seperti low-contact atau bahkan no-contact bukan hanya menghindar, tapi cara untuk memulihkan kendali atas hidup sendiri.
3. Minta Bantuan Profesional
Tidak semua luka bisa diatasi sendirian. Konseling atau terapi psikologis dapat membantu menata kembali cara berpikir dan bereaksi terhadap situasi yang memicu trauma.
Metode seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR) terbukti efektif dalam mengatasi dampak emosional jangka panjang. Bila hubungan keluarga masih bisa diperbaiki, konselor keluarga bisa menjadi mediator yang aman.
Baca Juga: Toxic Positivity: Saat Kalimat ‘Kamu Kuat Kok’ Malah Bikin Capek
4. Bangun Lingkungan yang Mendukung
Ketika dukungan keluarga tidak tersedia, mencari lingkungan baru yang lebih sehat merupakan langkah penting. Bergabung dengan komunitas atau kelompok pendukung di media sosial bisa memberi ruang untuk berbagi pengalaman tanpa dihakimi. Di dunia nyata, kelilingi diri dengan teman-teman yang menghargai batasan dan emosi Anda.
5. Prioritaskan Self-Care
Pemulihan juga berarti mengenal diri kembali. Aktivitas seperti olahraga, meditasi, journaling, atau menekuni hobi bisa membantu membangun identitas baru di luar peran keluarga. Rawat tubuh, pikiran, dan perasaan Kamu karena hidup yang damai adalah hak, bukan hadiah.
Baca Juga: Toxic Friendship: Kapan Harus Melepaskan Diri dari Teman yang Merugikan
6. Putus Siklus untuk Generasi Berikutnya
Bagi yang kini sudah menjadi orang tua, penting untuk memastikan pola toxic tidak terulang. Mulailah belajar pola asuh yang lebih sehat dan penuh empati.
Toxic family bukan akhir dari cerita. Dengan kesadaran, dukungan, dan langkah kecil yang konsisten, luka lama bisa disembuhkan. Banyak orang berhasil membangun “chosen family” keluarga pilihan yang memberikan rasa aman dan cinta tanpa syarat.
Kalau Kamu sedang berada di fase ini, percayalah Kamu tidak sendirian. Bantuan selalu tersedia, dan setiap langkah kecil menuju penyembuhan bentuk keberanian yang patut dihargai.
Editor : Redaksi