Lonjakan Penipuan Digital Triliunan Rupiah, Lia Minta Regulasi Konsumen Diperbarui

Lia Istifhama
Lia Istifhama

SURABAYA - Anggota DPD RI, Lia Istifhama, menyoroti lonjakan penipuan digital yang merugikan masyarakat hingga mencapai triliunan rupiah. 

Lia mendorong pemerintah membikin regulasi baru terkait RUU Perlindungan Konsumen sebab Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8/1999 tidak relevan di era perdagangan daring saat ini.

Baca Juga: STAI Taruna Surabaya Gelar Webiner Internasional, Dorong Pemuda Inovatif di Era Digital

"Regulasi lama yang berusia lebih dari dua dekade itu dinilai tidak mampu menghadapi agresivitas transaksi online, maraknya produk impor tanpa pengawasan, hingga pola penipuan lintas negara yang semakin canggih." kata Lia, Sabtu (14/11).

"53 Ribu Kasus Penipuan Belanja Online dalam Setahun, Data Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan OJK mengungkap fakta mencengangkan: Lebih dari 180 ribu laporan penipuan digital terjadi antara November 2024 hingga Oktober 2025." tambah Lia.

Lia menyebut, dari jumlah tersebut, 53.900 kasus itu berasal dari modus belanja online, dengan kerugian rata-rata Rp 18,33 juta per korban.

"Artinya ada 147 laporan penipuan belanja online setiap hari. YLKI ikut mengonfirmasi tren yang sama melalui peningkatan pengaduan e-commerce di mana refund yang tidak diproses, pembobolan akun, hingga barang tidak dikirim menjadi masalah dominan." baber Lia.

ia menegaskan tanpa pembaruan aturan, konsumen akan tetap berada dalam posisi paling lemah.

“Tanpa payung hukum yang modern, konsumen semakin rentan terhadap penipuan, produk kedaluwarsa, hingga pemalsuan barang,” tegas Ning Lia.

Menurutnya, risiko transaksi digital bukan lagi sekadar potensi ancaman, tetapi sudah terjadi setiap hari dan menimpa ribuan masyarakat.

Baca Juga: Lia Apresiasi Kreativitas Siswa SMP Khadijah Surabaya: Gen Z Penggerak Perubahan Lingkungan

Data Kemendag memperkuat hal tersebut: dari 20.942 pengaduan konsumen pada 2022–Maret 2025, 92% terkait transaksi daring.

Bahkan kejadian ekstrem seperti pesanan iPhone yang tiba-tiba berubah menjadi sabun mandi kembali muncul akibat lemahnya sanksi dan pengawasan.

Lia menilai RUU yang sedang dibahas dapat menutup berbagai celah yang selama ini dimanfaatkan pelaku usaha nakal dan penipu digital. RUU tersebut mengatur:

kewajiban platform digital melacak dan menindak akun penjual bermasalah sanksi yang lebih tegas untuk pelaku transparansi asal-usul produk perlindungan data konsumen mekanisme pengaduan yang lebih cepat dan terintegrasi

Baca Juga: Di Gresik Lia Istifhama Suarakan Hak Anak Berkebutuhan Khusus

“Dengan aturan baru nanti, hak konsumen terlindungi, sementara pelaku usaha tetap bisa berinovasi tanpa dirugikan,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti maraknya peredaran produk kedaluwarsa di platform daring, yang selama ini luput dari sorotan karena tidak ada kewajiban mencantumkan masa berlaku dan rantai pasok secara transparan.

Dirjen PKTN Kemendag, Moga Simatupang, menegaskan bahwa UUPK lama sudah tidak mampu menjawab tantangan digital.

“Penegakan hukum lemah dan norma tidak sesuai perkembangan terkini. RUU Perlindungan Konsumen menjadi kebutuhan mendesak,” ujarnya.

Editor : Redaksi