JAKARTA - Ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan pemerintahan Prabowo-Gibran bukanlah target yang sederhana. Angka tersebut menuntut investasi masif dan efisiensi pasar yang tinggi. Namun, sejarah ekonomi mengajarkan kita satu hal krusial, pertumbuhan tinggi yang tidak dikawal oleh aturan main yang adil hanya akan melahirkan ketimpangan.
Melihat hal ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam satu tahun terakhir memastikan pasar bekerja sebagai alat pertumbuhan, bukan arena pertempuran bagi para pemburu rente. Selama satu tahun pemerintahan berjalan, paradigma pengawasan persaingan usaha di Indonesia telah bergeser menuju apa yang disebut sebagai guided competition atau persaingan terpimpin.
Baca Juga: AMI: Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran Hadirkan Arah Baru untuk Indonesia
Filosofinya jelas, pasar dibiarkan bebas namun negara akan mengintervensi dengan keras jika terjadi distorsi yang mengancam kepentingan nasional atau terjebak dalam praktik yang diistilahkan Presiden sebagai "Serakahnomics", sebuah pola ekonomi di mana pelaku usaha mengambil keuntungan berlebih dengan cara mematikan pesaing kecil.
“Keberadaan KPPU dan persaingan usaha merupakan cara untuk mengatasi 'Serakahnomics’. Jadi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, kompetisi harus ditingkatkan,” ujar Wakil Ketua KPPU, Aru Armando.
Data sepanjang tahun 2025 (hingga 30 November), KPPU telah menjatuhkan total denda sebesar Rp695 miliar. Angka ini melonjak drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, menjadi sinyal kuat bagi pasar bahwa negara tidak main-main terhadap pelaku usaha yang merugikan publik. Denda besar ini bukan semata instrumen hukum, melainkan sinyal kuat bagi pasar bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh dicapai dengan cara mematikan pesaing atau merugikan konsumen.
Baca Juga: Wali Kota Eri Cahyadi Targetkan Pertumbuhan Ekonomi Surabaya 5,8 Persen di Tahun 2026
Sedangkan denda yang dibayarkan per 2 Desember 2025 mencapai Rp 52.909.065.048. Hal ini membuktikan upaya penegakan hukum persaingan usaha dilakukan KPPU.
Aktivitas korporasi berupa merger dan akuisisi juga memecahkan rekor. KPPU menerima 141 notifikasi dengan nilai transaksi fantastis mencapai Rp1,3 kuadriliun. Dominasi transaksi di sektor pertambangan dan logistik menunjukkan geliat hilirisasi yang nyata, namun sekaligus membawa risiko konsentrasi pasar yang harus diawasi ketat agar tidak melahirkan oligopoli vertikal yang mematikan pemain lokal.
Sementara itu, jika menilik skor persaingan pasar Indonesia dalam laporan World Bank B-Ready 2024 berada di angka 52, masih di bawah Vietnam dan Singapura. Sementara, Indeks Persaingan Usaha Indonesia berada di angka 4,95 dari skala 7.
Baca Juga: LaNyalla Apresiasi Provinsi Jawa Timur yang Mampu Jaga Pertumbuhan Ekonomi
"Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, kita membutuhkan peningkatan kualitas persaingan usaha secara signifikan. Studi menunjukkan, dibutuhkan 29% peningkatan tingkat persaingan usaha (atau skala indeks persaingan usaha 6,33) untuk tujuan tersebut," ungkapnya.
"Persaingan usaha yang sehat bukanlah pelengkap pertumbuhan, melainkan infrastrukturnya. Dengan memastikan level playing field yang adil, menghapus hambatan masuk, dan menindak tegas para pelanggar, maka itu sekaligus menjaga agar kue pembangunan ekonomi Indonesia dapat dinikmati secara merata, bukan hanya oleh segelintir konglomerasi, guna jalan menuju efisiensi yang berkeadilan," pungkasnya.
Editor : Redaksi