SURABAYA - Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, meminta agar anggaran intervensi Gen Z dalam APBD 2026 benar-benar diarahkan untuk membangun kemandirian anak muda di Kota Pahlawan.
Menurutnya, keberhasilan program ini sangat bergantung pada ketelitian camat dan lurah dalam menyeleksi proposal yang diajukan masyarakat.
Baca juga: DPRD Surabaya Ingatkan Pemkot: Bantuan Pendidikan Harus Adil bagi Semua Siswa
“Anggaran 2026 pemerintah kota ini insyaallah mengalokasikan sekitar Rp47 miliar untuk intervensi Gen Z. Tujuannya tentu untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, serta mendorong kemandirian ekonomi generasi muda,” ujar Yona usai pembahasan R-APBD 2026 bersama Bapemkesra, Kamis (23/10).
Politisi Gerindra yang akrab disapa Cak Yebe ini menjelaskan, anggaran tersebut akan didistribusikan ke tingkat kecamatan, di mana setiap RW diproyeksikan menerima sekitar Rp35 juta per tahun. Ia berharap pihak kecamatan dan kelurahan tidak sembarangan menyetujui proposal tanpa kajian yang matang.
“Agar program ini berjalan optimal, kami di DPRD menekankan agar camat dan lurah tidak gegabah dalam meng-approve proposal. Harapan kami, program yang diajukan memiliki keberlanjutan atau sustainability,” tegasnya.
Cak Yebe menilai, kegiatan yang dibiayai seharusnya mendorong kemandirian ekonomi anak muda. Program berbasis kelompok seperti urban farming, kuliner, hingga usaha digital dinilai lebih tepat ketimbang kegiatan seremonial.
“Contohnya usaha berbasis digital, kuliner, dan lain-lain. Namun ini bersifat kelompok, bukan individu. Harus ada pengelompokan agar dampaknya lebih luas,” jelasnya.
Cak Yebe mencontohkan keberhasilan urban farming di Kecamatan Rungkut yang telah mampu memasok produk ke toko modern. Menurutnya, praktik tersebut bisa menjadi contoh program berkelanjutan yang layak dijadikan acuan bagi RW lain.
Baca juga: Fraksi Gerindra Tekankan Transparansi dan Kehati-hatian dalam Pembahasan R-APBD Surabaya 2026
“Hasil urban farming itu sudah disupply ke toko-toko modern, dan ini nyata menumbuhkan ekonomi lokal. Kami ingin ini menjadi benchmarking bagi wilayah lain,” ujarnya.
Ia menambahkan, pelatihan harus dibarengi dengan modal usaha agar tidak berhenti di tataran teori. Beberapa RW, katanya, dapat menggabungkan dana untuk kegiatan yang membutuhkan investasi lebih besar namun berdampak jangka panjang.
“Jangan hanya ikut tren tanpa menghitung masa hidup usahanya. Usaha kuliner memang ramai, tapi lihat berapa banyak SWK yang hidup segan mati tak enak,” sindirnya.
Cak Yebe juga mengingatkan agar program intervensi Gen Z tidak menumbuhkan pola pikir serba instan di kalangan anak muda. Ia menekankan pentingnya pembelajaran proses agar Gen Z tumbuh sebagai wirausahawan yang tangguh dan mandiri.
Baca juga: Pencurian Lampu Hias Rugikan Warga, DPRD Surabaya Dorong Evaluasi Pengamanan Kota Lama
“Ajari adik-adik kita menikmati proses, bukan sekadar hasil. Jangan biasakan mereka hanya menerima bantuan, hingga terbentuk mental ketergantungan,” pesannya.
Sebagai penutup, Cak Yebe memastikan DPRD Surabaya akan melakukan evaluasi berkala dan mendorong penerapan model trial and error sebelum program disetujui penuh.
“Insyaallah jika program ini berjalan sesuai harapan, akan muncul ledakan positif kita bisa melahirkan banyak entrepreneur muda melalui intervensi Gen Z ini,” pungkasnya.
Editor : Redaksi