Surabaya,Tikta.id - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur (Jatim) menggelar pameran lukisan tunggal Jansen Jasien.
Pemeran lukisan dengan aliran ekspresionist dimulai 28 Februari hingga 5 Maret 2024, di Balai Wartawan Abd Aziz jl. Gedung PWI Jatim.
Baca Juga: PWI Jateng Dukung Hasil Keputusan Kongres Luar Biasa PWI Pusat
Pameran lukisan tunggal Jansen Jasien bertajuk "Jelajah Peradapan Leluhur" sekaligus merupakan rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024.
Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim mengatakan, pemeran lukisan tunggal ini adalah yang pertama digelar di PWI Jatim dalam rangkaian HPN, karena filosofi pelukis yang dipamerkan ada kaitannya dengan kinerja wartawan.
“Aliran pelukis ini goresan kanvasnya liar dan bebas, hal ini ada kesamaannya dengan kinerja wartawan, yakni boleh berimprovisasi se liar liarnya namun masih dalam garis dan konteks jurnalistik,” katanya.
Cak Item panggilan akrab Lutfil Hakim berharap ,pengunjung seklaigus penikmat lukisan karya Jasen Jasien ini tidak hanya menilai soal keindahan goresan cat nya.
Namun beber dia, bisa lebih memaknai sejarah yang terkandung dalam lukisan yang di ekspresikan.
Baca Juga: Porwanas XIV Kalsel, Tim e-Sport Jatim Raih Medali Emas
“Maka saya minta kepada seluruh pengunjung yang hadir, terutama para wartawan untuk menggali makna dibalik lukisan yang dihasilkam oleh Pak Jasien. Sehingga bisa menuangkan karya tulisannya dengan baik, bijak dan kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan. Artinya menghindari HOAX,” tuturnya.
Jansen Jasien sang pelukis menyampaikan bahwa hasil karya yang dipersembahkan dalam pameran kali ini merupakan persembahan agungnya kepada para leluhur di seluruh nusantara.
“Karya ini saya persembahkan kepada para leluhur,” ucap Jansen Jasien
Baca Juga: Tiba di Kalsel Atlet Porwarnas Jatim Langsung Gelar Latihan
Dia menuturkan bahwa seluruh karyanya untuk memperkenalkan situs-situs yang ada di Jatim, sehingga banyak mengandung lukisan yang bergambar candi dan arca.
“Generasi sekarang ini banyak yang tidak paham, apa itu Kanjuruhan yang taunya adalah stadion sepaka bola. Apa itu kendedes, yang taunya adalah kolam renang, begitu juga dengan Gajayana,” tandasnya.
Padahal, lanjutnya, mereka tidak mengerti jika itu semua adalah kekayaan budaya leluhur kita semua dan merupakan cikal bakal berdirinya negara Indonesia. (*)
Editor : Redaksi