TIKTA.id, Surabaya - Jurnalis dan Mahasiswa Surabaya menggelar aksi tolak RUU Penyiaran di depan Gedung DPRD Surabaya, Jalan Yos Sudarso 18-22, Rabu (29/5).
Koordinator Aksi Eko Widodo menyebut, terdapat lima pasal yang bermasalah dalam draf RUU Penyiaran tersebut.
Baca Juga: DPRD Bentuk Raperda Ekonomi Kreatif, Ini Kata Legislator Partai Gerindra
Pertama, Pasal 8A hruf (g) yang menyebutkan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus bidang penyiaran.
"Hal ini terjadi tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers yang menyebutkan bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers." kata Eko.
Kedua, Pasal 42 ayat 2. Serupa Pasal 8A huruf g, Pasal 42 ayat 2 juga menyebutkan bahwa sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI.
Baca Juga: Soal Kasus Keributan di SMAK Gloria 2 Surabaya, AMI Minta DPRD Kawal Tuntas
"Sedangkan berdasarkan UU Pers, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan Pers." ujar Eko
Ketiga, Pasal 50B ayat 2 huruf (c). Ini menjadi pasal yang paling disorot lantaran memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.
Keempat, Pasal 50B huruf (k) dilarang membuat konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.
Baca Juga: Audensi dengan Fraksi Gerindra, IKA PMII Perjuangan Sorot Fasilitas Umum dan Command Center 112
Kelima, Pasal S1 huruf E. Selain Pasal 8A huruf (g) dan Pasal 42 ayat 2, Pasal 51 huruf E juga tumpeng tindih dengan UU Pers.
Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan. Bunyi Pasal 51 huruf E: “Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengacilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”." tandas Eko.
Editor : Redaksi