Agar Tak Muncul Penafsiran Liar, Warga Beri Klarifikasi Terkait Iuran Sekolah Petra Manyar

Cak Ji saat sidak ke lokasi Manyar Tirtoasri
Cak Ji saat sidak ke lokasi Manyar Tirtoasri

Tikta.id - Perseteruan antara pihak warga dengan Sekolah Petra Manyar di Jalan Manyar Tirtoasri, Surabaya memunculkan penafsiran liar. Pihak warga meluruskan terkait informasi yang menyebut pihak Petra membayar iuran keamanan sebesar Rp 105 juta per bulan untuk RW 4, RW 5 dan RW 7 perumahan tersebut.

Lulu Lili Aldjufri Hasan, Ketua RW 4, yang akrab disapa Lili, menjelaskan bahwa, mereka tidak mau mempermasalahkan lagi terkait iuran dari Petra, yang penting daerahnya tidak macet, aman dan terhindar dari polusi.

Baca Juga: Cak Ji Sebut Happy Ending Konflik Sekolah Petra Manyar Vs Warga

"Kami sudah tidak mau lagi mempermasalahkan iuran dari Petra, apalagi sudah 5 bulan mereka tidak bayar terhitung dari bulan Maret 2024 sampai sekarng, kami butuh daerah kami tidak macet, aman dan terhindar dari polusi udara" kata Lili saat dihubungi wartawan, beberapa waktu lalu.

Lili menambahkan, pihaknya perlu luruskan agar informasinya akurat dan media tidak asal mempelintir berita, bahwa Petra bukan membayar iuran ke 3 RW tersebut dengan nilai total Rp 105 juta, melainkan Petra bersama dengan RW 4, RW 5, RW 7, membayar iuran masing-masing Rp 32 juta dan tahun ini naik sebesar Rp 35 juta.

"Kenaikan iuran keamanan di Kompleks Perumahan Tompotika Surabaya ini, pada awal 2024 pihak RW memang menaikkan iuran dari Rp 32 juta menjadi Rp 35 juta per bulan yang akan dikelola bendahara keamanan untuk kenaikan gaji satpam, sebanyak 40 orang, dan hampir 4 tahun ini tidak pernah naik gaji. Gaji mereka per orang Rp 2,7 juta per bulan dan pihak RW berinisiatif menaikkannya jadi Rp 3 juta agar mendekati UMR," jelasnya.

Selain itu Lili juga meluruskan informasi yang dia nilai keliru, dimana Tiktok Cak Ji yang viral disebutkan Petra membayar Rp 32 juta kepada setiap RW di kompleks Perumahan Tompotika per bulan atau dengan total Rp 100 juta lebih. Menurutnya tidak seperti itu.

"Setiap RW dibebani iuran keamanan sebesar Rp 32 juta diantaranya RW IV, RW V dan RW VII masing- masing memasukkan uang iuran keamanan sebesar Rp 32 juta, termasuk Petra juga memasukkan iuran keamanan sebesar Rp. 32 juta. Bukan seolah-olah Petra memberikan uang Rp 32 juta kepada 3 RW. Itu salah informasinya," tegas Lili.

Baca Juga: Lagi, Sikapi Iuran Sekolah Petra Manyar, Bro Michael Sebut Ada Mekanisme Terkait Iuran 

Sementara itu mereka menyayangkan kehadiran Cak Armuji untuk mediasi antara warga dan Petra, bukannya ada solusi namun tetap tidak menemukan solusi yang terbaik.

"Kami sudah tidak mau membahas itu lagi, tapi. Kok kenapa ya kedatangan cak Armuji kemarin itu membahas ini? Kami kan sudah bilang, sudah pak kami sudah enggak mau bahas lagi terkait iuran dari Petra. Berkali kali kami mediasi namun tidak ada kesepakatan yang terbaik. Warga kepingin jalan diwilayahnya tidak macet, tidak ada sampah, polusi apalagi bau pesing kencing sopir- sopir yang mengantar anak sekolah," tandasnya.

Selain itu pihak RW Merasa Dipojokkan. Konflik ini berlanjut dengan mediasi di DPRD Surabaya. Petra melaporkan masalah itu ke Komisi C DPRD Surabaya dan pihak RW dipanggil dalam rapat dengar pendapat. Dia mengaku saat pertemuan di Komisi C justru perwakilan warga merasa dipojokkan dan didesak oleh DPRD.

Ditempat terpisah, sejumlah warga juga protes, terkait kemacetan di kawasan jalan keluar masuk menuju kompleks Perumahan Tompotika Surabaya. Warga merasa kedatangan dan kepulangan siswa membuat kemacetan di Jalan Manyar Tirtomoyo.

Baca Juga: Terkait Iuran Sekolah Petra Manyar, Ini Kata DPRD Surabaya 

"Kami selaku warga di kompleks Perumahan Tompotika, resah karena setiap hari jalan macet total, ulah kendaraan antar jemput anak sekolah Petra yang asal parkir dan menurunkan anak sekolah, kami juga khawatir ketika terjadi kebakaran, atau ada warga yang membutuhkan pertolongan menuju rumah sakit, sementara akses jalan macet, itu sangat meresahkan dan membahayakan bagi kami selaku warga di kompleks Perumahan Tompotika," protes warga.

Sebelumnya, usai rapat dengar pendapat di Komisi C DPRD Surabaya, Senin (27/5), Kepala Badan Hukum Sekolah Petra Manyar, Christin Novianti Panjaitan pihaknya tidak keberatan, asalkan ada laporan pertanggung jawaban. Karena, ada proses audit dari kantor yang meminta setiap transaksi ada laporan pertanggungjawaban. Sedangkan pihaknya hanya menerima laporan 2017 saja.

“Yang menjadi kendala kita itu setiap tahun dan setiap bulan itu sudah diminta laporan, tapi memang tidak pernah diberikan oleh pengurus warga. Dengan adanya kepengurusan warga yang baru ini, maka diharapkan harus ada laporan pertanggungjawaban, karena dari kita itu juga ditekan dari atasan untuk diminta laporannya,” katanya mengutip Suarapubliknews. (*)

Editor : Redaksi