SURABAYA – Sebanyak tujuh bangunan yang berdiri di atas eks persil milik warga di kawasan Jemur Gayungan telah rata dengan tanah. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam merealisasikan pembangunan Underpass Bundaran Dolog atau Taman Pelangi sebagai upaya mengurai kemacetan.
Sementara itu, prosesnya pembebasan lahan untuk 16 persil yang tersisa kini memasuki tahap akhir proses hukum. Artinya, Pemkot Surabaya tinggal selangkah lagi untuk dapat mengeksekusi seluruh lahan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Siapkan Strategi Hadapi Pemangkasan TKD Tanpa Kurangi Program Kerakyatan
Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Penyelenggaraan Prasarana Sarana Utilitas Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPRKPP) Surabaya, Farhan Sanjaya, menyebut proses hukum terkait pembebasan lahan tersebut sudah menemukan titik terang.
“Putusannya sudah keluar Jumat, 15 Agustus 2025, tinggal menunggu pengesahannya,” ujar Farhan, Kamis (28/8).
Ia menjelaskan, setelah pihaknya menerima salinan putusan yang disahkan pengadilan, langkah berikutnya adalah mengajukan permohonan eksekusi. “Begitu putusan disahkan, segera kami ajukan permohonan eksekusi,” tegasnya.
Farhan merinci, dari total 29 persil yang dibutuhkan untuk proyek underpass, 13 persil telah berhasil dibebaskan pada 2024. Sedangkan sisanya, 16 persil, ditargetkan tuntas pada 2025 dengan dukungan anggaran yang signifikan.
Baca Juga: Ning Lia: Kebijakan Pemkot Surabaya soal Tebus Ijazah Bijaksana dan Pro Rakyat
“Pemkot telah mengalokasikan Rp57 miliar pada 2025 untuk pembebasan 16 persil tersebut,” jelasnya.
Dana itu kini telah dikonsinyasikan atau dititipkan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya lantaran belum ada kesepakatan langsung dengan pemilik lahan.
“Masing-masing persil sudah kami konsinyasi senilai total Rp57 miliar,” imbuh Farhan.
Baca Juga: R-APBD Surabaya 2026 Capai Rp12,62 Triliun, Fokus pada Pembangunan Berkelanjutan
Meski proses hukum berjalan, Pemkot tetap membuka ruang perdamaian. Jika pemilik lahan bersedia menerima kesepakatan, eksekusi paksa tidak akan dilanjutkan. Pemerintah justru akan memfasilitasi pengambilan dana ganti rugi di pengadilan.
“Kalau ada pemilik yang sepakat, kami tidak mengajukan eksekusi. Kami dampingi pengambilan ganti ruginya di PN karena uangnya sudah tersedia di sana,” terangnya.
Editor : Redaksi