KEDIRI - Malam itu, langit di atas Omah Sawah, Kelurahan Burengan, seakan bergetar oleh lautan manusia yang membludak. Bukan konser musik, melainkan pesta budaya nan sakral: Pencak Dor, pertarungan tradisional khas Kota Tahu yang kini menjelma menjadi deklarasi semangat, memperingati Hari Santri.
Dari pelosok Kediri yang tenang hingga hiruk pikuk Surabaya, ribuan pasang mata tumpah ruah di arena, haus menyaksikan dentuman keberanian. Pencak Dor bukanlah sekadar adu pukul dan tendang. Ia adalah cermin jiwa masyarakat Kediri: berani, menjunjung tinggi sportifitas, dan teguh dalam ikatan kebersamaan.
Baca Juga: Aruf Budi Prasetyo Resmi Pimpin IBCA MMA Jatim, Targetkan Atlet Terbaik di 2026
Di hadapan ribuan pasang mata yang memadati arena, Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menyampaikan sebuah penegasan yang membakar semangat. Tradisi ini, katanya, adalah warisan luhur yang menumbuhkan karakter baja.
“Pencak dor bukan hanya pertarungan bebas. Ia adalah budaya asli Kediri yang menanamkan keberanian, kerja keras, sportivitas, dan kebersamaan!” seru Vinanda, suaranya bergaung di tengah sorak penonton.
Vinanda menambahkan bahwa pencak dor bukan sekadar laga, keselamatan adalah sumpah yang dijaga. Setiap pendekar yang naik ke ring telah dilindungi asuransi, memastikan bahwa semangat tanding berjalan seiring dengan rasa aman.
“Kami ingin setiap peserta bertanding dengan kehormatan. Di atas ring mereka beradu, namun saat turun, mereka kembali bersatu dalam semangat gotong royong,” tambahnya penuh harap. “Semoga pencak dor ini mempererat silaturahmi di antara kita.”
Baca Juga: Wali Kota Kediri dan Wakil Ketua DPRD Jatim Lepas Ribuan Peserta 'Mlaku Bareng'
Di balik gemuruh penonton, Ketua Panitia Kadiyat menegaskan misi mulia gelaran tahun ini. Pencak Dor melibatkan seluruh perguruan silat di Kediri. Mereka bukan hanya petarung; mereka adalah penjaga harmoni yang memastikan kedamaian tak terkoyak oleh sengitnya laga.
“Pencak dor adalah napas budaya Kediri. Kalau tidak dijaga, bisa hilang ditelan zaman, Di atas ring kita lawan, di bawah kita kawan! Pendekar sejati bertarung dengan kehormatan, demi Kediri yang aman dan kondusif.”tegasnya
Lima belas laga, terbagi dalam partai pemula dan inti, silih berganti menyulut api semangat hingga tengah malam. Di antara dentuman musik tradisional dan teriakan penonton, para pendekar seolah menari dalam irama keberanian — setiap gerak dan tendangan adalah sulaman kisah lama yang tak lekang oleh waktu.
Baca Juga: Vinanda Raih Tokoh Muda Inspiratif: Tegaskan Kepemimpinan Tanpa Batas Usia dan Gender
Meskipun pertarungan berlangsung sengit dan memanas, suasana tetap tertib. Perguruan silat yang biasanya bersaing kini bergandeng tangan menjaga keamanan. Dari ring hingga tepi arena, yang terasa bukan hanya panasnya adu teknik, tapi juga hangatnya persaudaraan yang mengikat.
Gelaran Pencak Dor tahun ini menjadi panggung megah bagi nilai-nilai luhur: keberanian yang tak arogan, kemenangan yang tak congkak, dan persaudaraan yang tak lekang oleh batas perguruan.
Di bawah sinar lampu Omah Sawah, Kediri kembali menegaskan jati dirinya kota budaya, kota para pendekar, tempat di mana tradisi tidak sekadar dikenang, tapi terus hidup dan berdetak kencang di dada warganya.
Editor : Redaksi