Kiprah Masa Lalu Mas Kiai di Dunia Seni Jadi Spirit Membangun Kesenian Sumenep

Suhandi Keron berkunjung ke kediaman Calon Bupati Sumenep, KH Muhammad Ali Fikri
Suhandi Keron berkunjung ke kediaman Calon Bupati Sumenep, KH Muhammad Ali Fikri

SUMENEP - Salah seorang pegiat kesenian Ketoprak Madura Rukun Karya, Edi Suhandi Keron berkunjung ke kediaman Calon Bupati Sumenep, KH Muhammad Ali Fikri atau Mas Kiai di Komplek Pondok Pesantren Annuqayah Kecamatan Guluk-Guluk, Sumenep.

Pria yang dikenal dengan sebutan Edi Keron ini bermaksud untuk melakukan tabayun terkait isu miring yang santer beredar belakangan ini, bila Mas Kiai menjadi Bupati Sumenep, maka kesenian di Kota Keris ini akan dihapus. Diketahui, dalam Pilkada Sumenep 2024 kali ini Mas Kiai berpasangan dengan KH Muh Unais Ali Hisyam, dengan sebutan akronim FINAL. 

Baca Juga: KPU Surabaya Terima Logistik Tahap Pertama Pilkada Serentak 2024 Sesuai Jumlah TPS

"Menurut berita yang beredar di luaran, bahwa kalau pak kiai jadi bupati nanti, kesenian di Kabupaten Sumenep akan dihapus. Jadi kami bertabayun langsung untuk meminta kejelasan tentang kabar itu," ungkap Edi Keron saat bertemu Mas Kiai. 

Mas Kiai, Cabup Sumenep nomor urut 01 itu pun membantah isu miring tersebut. Bahkan, Mas Kiai berkomitmen, jika dirinya diberi amanah oleh rakyat untuk memimpin Sumenep, maka akan memberikan perhatian khusus untuk sektor kesenian, khususnya dalam aspek regulasi dan pendampingan.

“Kabar itu tidak benar, itu hoaks. Justru [kesenian] ini harus dirawat. Walisongo juga berdakwah dengan seni,” ungkap Mas Kiai dalam keterangannya, Senin (14/10). 

Kiprah Mas Kiai di Kesenian

Baca Juga: KPU Jatim: Tahap Pertama Distribusi Logistik Pilkada Serentak 2024 Tuntas

Diceritakan, Mas Kiai mengaku mulai aktif menjadi musisi sejak tahun 1989, saat menimba ilmu di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Kala itu dirinya bergabung dalam sebuah komunitas seni pimpinan Gus Zainal Arifin Toha, seorang sastrawan kondang Yogyakarta kelahiran Kediri, sekaligus penulis buku ‘Aku Menulis Maka Aku Ada’.

“Keluar dari Tebuireng tahun 1991 dan lanjut kulian ke Jogja. Bahkan sebelum mulai perkuliahan di IAIN Sunan Kalijaga [UIN Sunan Kalijaga] saya sudah konser kemana-mana. Dan tahun 1996 mulai bergabung dengan Mas Ngatawi al-Zastrow,” jelas Mas Kiai menceritakan masa lalunya. 

Bagi Mas Kiai, kesenian adalah salah satu aspek sosial-budaya yang keberadaannya perlu dikembangkan dan dirawat. Untuk itu, negara dalam hal ini pemerintah kabupaten (Pemkab) harus hadir melalui regulasi dan pendampingan agar kesenian di Sumenep tetap lestari dan pegiatnya pun lebih sejahtera. 

Baca Juga: Pilgub Jatim, Ratusan Jurkam Emak-Emak PKS Kota Surabaya Siap Menangkan Khofifah Emil

Mas Kiai juga menyayangkan perihal dirinya yang selalu difitnah. Sebab dalam momentum politik ini, fitnah juga bagian dari black campaign atau kampanye hitam. Berbeda dengan negative campaign, meski menyakitkan dan merugikan, tetapi sesuai dengan data dan fakta. 

“Sebelum-sebelumnya juga saya difitnah katanya pengikut Islam garis kanan. Padahal saya ini alumni Pesantren Tebuireng. Pendahulu-pendahulu saya juga alumni Pesantren Tebuireng,” tandasnya. 

Editor : Redaksi