“The Return” (2024) Ketika Kepulangan Tak Pernah Benar-benar Sama

Film The Return (2024)
Film The Return (2024)

JAKARTA - “The Return” adalah kisah kepulangan yang tidak utuh. Diadaptasi dari bagian penutup epik legendaris The Odyssey, film ini tidak sekadar memotret Odysseus sebagai pahlawan yang pulang membawa kejayaan, melainkan sebagai manusia yang pulang dengan luka, kehilangan, dan dunia yang tak lagi sama.

Disutradarai oleh Uberto Pasolini, film ini tampil elegan dalam kesederhanaannya. Dengan latar yang suram dan atmosfer penuh penantian, penonton diajak menyusuri sisi terdalam dari apa arti “pulang” setelah terlalu lama pergi.

Baca Juga: The 355 Spionase Global dalam Wajah-Wajah Perempuan

Pengenalan Tokoh

Odysseus (Ralph Fiennes) tidak lagi terlihat seperti raja. Ia datang sebagai pria tua yang kelelahan, berjalan terseok dalam diam ke negeri yang dulu ia miliki. Sementara Penelope (Juliette Binoche) tetap setia menjaga rumah dan kehormatan keluarganya, meski setiap harinya ia harus menahan tekanan para pelamar yang terus menggerogoti.

Putra mereka, Telemachus (Charlie Plummer), tumbuh dalam bayang-bayang ayah yang tak pernah ia kenal. Dan kini, ketika ayahnya benar-benar hadir, Telemachus justru harus berdiri di antara kenyataan, keraguan, dan bahaya yang mengintai.

Konflik yang Senyap Tapi Menghantam

Odysseus tidak disambut dengan pelukan. Ia harus menyembunyikan identitasnya, menyaksikan bagaimana rumahnya dijarah dan kehormatannya diremehkan. Film ini dengan tenang namun tajam memperlihatkan pergulatan batin Odysseus, yang tak hanya bertarung dengan musuh di luar, tetapi juga dengan waktu yang telah menjauhkan dirinya dari segalanya.

Konflik tidak datang dari denting pedang, melainkan dari pertanyaan: masihkah aku punya tempat di sini?

Karakter yang Dalam dan Emosional

Baca Juga: The 355 Spionase Global dalam Wajah-Wajah Perempuan

Ralph Fiennes membawakan Odysseus dengan ketegangan emosi yang tertahan. Ada getir dalam tatapan, rindu dalam diam, dan kemarahan yang perlahan membentuk keputusan. Juliette Binoche memberi Penelope lapisan-lapisan rasa: kuat tapi lelah, setia tapi mulai ragu.

Sementara Telemachus menjadi representasi generasi yang bertanya: apakah warisan itu hadiah, atau beban?

Resolusi: Kepulangan yang Menuntut Pengorbanan

Film ini tidak membangun klimaks besar dengan ledakan. Sebaliknya, resolusinya datang dengan pelan tapi menggetarkan. Odysseus akhirnya bertindak untuk merebut kembali apa yang tersisa, bukan dengan amarah semata, tapi dengan kesadaran bahwa kepulangan kadang berarti memulai segalanya dari awal.

Kesimpulan

Baca Juga: Girl House (2014): Teror Digital di Balik Layar

“The Return” bukan hanya tentang perjalanan pulang, tapi tentang perubahan yang tak bisa dihindari. Film ini membungkus kisah klasik dengan pendekatan modern yang emosional, mengajak penonton merenung tentang waktu, kesetiaan, dan keluarga yang terpisah oleh takdir.

Pesan Moral

Bahwa pulang tidak selalu berarti menemukan kembali apa yang ditinggalkan. Kadang, yang tersisa hanya bayangan dan kita harus belajar menerimanya.

Kalau kamu suka drama yang tenang tapi penuh makna, “The Return” layak menjadi pilihan yang menggugah hati dan pikiran.

Editor : Redaksi