SURABAYA — Senator asal Jawa Timur, Lia Istifhama, menegaskan pentingnya pemerataan pendidikan inklusif dan keadilan kesejahteraan bagi tenaga pendidik di Indonesia. Menurutnya, sistem sekolah inklusi saat ini masih menghadapi tantangan serius, terutama dalam ketersediaan jenjang pendidikan bagi anak-anak difabel.
“Jangan sampai anak-anak difabel bisa bersekolah di jenjang SMP karena ada sekolah inklusi, tapi ketika mereka ingin melanjutkan ke SMA, ternyata di wilayah tersebut tidak tersedia sekolah yang mendukung kebutuhan mereka,” ujar Lia, Rabu Selasa (5/11).
Baca Juga: Apresiasi BGN, Lia Program Makan Bergizi Gratis Tepat Sasaran di Surabaya
Lia yang akrab disapa Ning Lia ini menilai, pendidikan inklusi bukan hanya sekadar membuka akses bagi peserta didik difabel, tetapi juga menuntut keberlanjutan kebijakan di setiap jenjang pendidikan.
Ia menekankan pentingnya pemerataan fasilitas agar setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang sesuai potensinya.
Selain menyoroti isu inklusi, Lia juga menyinggung ketimpangan kesejahteraan antara guru di bawah Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Kalau kita bicara sertifikasi guru, datanya cukup mencolok. Guru di bawah Kemendikbud sudah mencapai sekitar 65 persen, sementara guru Kemenag masih di angka sekitar 30 persen. Ini jelas menunjukkan adanya ketimpangan yang harus segera ditangani,” jelasnya.
Baca Juga: Lia Resmikan “Dapur Sehat BGN” di Surabaya, Dorong Kesadaran Gizi Anak Negeri
Menurut Lia, ketimpangan tersebut dapat berimbas pada motivasi dan kinerja tenaga pendidik. Padahal, guru adalah pilar utama dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia.
Ia menegaskan negara harus hadir dengan kebijakan yang adil bagi semua guru tanpa membedakan instansi induknya.
“Guru Kemenag dan Kemendikbud sama-sama mendidik anak bangsa. Maka sudah seharusnya mereka mendapatkan perlakuan dan penghargaan yang setara,” tegasnya.
Baca Juga: Dua Perempuan Hebat Jatim Raih DetikJatim Awards 2025
Senator muda asal Jawa Timur itu juga menambahkan, keadilan dalam pendidikan tidak cukup hanya di atas kertas kebijakan. Diperlukan empati dan komitmen moral dari para pengambil kebijakan agar setiap anak dan guru benar-benar merasakan manfaatnya.
“Kalau kita ingin menciptakan pendidikan yang berkeadilan, maka setiap kebijakan harus berpihak pada manusia—bukan hanya angka dan data. Anak-anak difabel, guru, semua mereka adalah bagian dari masa depan bangsa ini,” pungkasnya
Editor : Redaksi