Seninam Surabaya Gugat Aturan Kemenangan Calon Tunggal Pilkada Serentak 2024 ke MK

Taufik Monyong memperagakan coblos kotak kosong
Taufik Monyong memperagakan coblos kotak kosong

SURABAYA - Seniman Surabaya Taufik Hidayat yang lebih dikenal Taufik Monyong melakukan gugatan kemenangan calon tunggal Pilkada Serentak 2024 ke Mahkamah Konsitusi atau MK.

Taufik Monyong, melalui kuasa hukum Edward Dewaruci dan Andika Simamora mendaftarkan judicial review bersama Doni Istyanto Mahdi pada (13/9) pukul 14:03 WIB, dengan menerima tanda terima pemohon bernomor l : 121/PAN.ONLINE/2024.

Baca Juga: Brigade Bunda Tutup Kampanye dengan Doa Bersama di Puncak Buring

Mereka memohon, MK melakukan judicial review terhadap Pasal 54D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Taufik Monyong mengatakan, pihaknya berharap judicial review mengoreksi pemenangan calon tunggal, yang dihitung dari 50 persen + 1 berdasakan surat suara sah.

"Seharusnya hitungan itu berdasarkan jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap). Bukan berdasarkan surat suara sah 50 persen+1. Sehingga bagi pemilih yang tidak datang ke TPS, tidak mencoblos, kemudian golput, itu dianggap memilih kotak kosong," kata Taufik Monyong beberapa waktu lalu.

Taufik menambahkan, kotak kosong tidak ada jadwal kampanyenya sebab tidak ada calon nama dikampanyekan serta tidak ada saksi di TPS.

Pun rentan untuk kalah dalam kontestasi, bila hitungan kemenangan berdasarkan surat suara sah.

Ia menjelaskan, upaya gugatan judicial review merupakan gerakan moral, menjaga marwah demokrasi, ditengah kondisi demokrasi di Surabaya dan sejumlah daerah yang tidak sedang baik-baik saja.

Baca Juga: Pilkada Serentak 2024 Polda Jatim Terjunkan 743 Personel BKO Pam TPS

"Ketika hanya ada calon tunggal yang melawan kotak kosong ini muncul, ini merupakan protet bahwa demokrasi di Surabaya tidak sedang baik-baik saja. Partai politik tidak punya kader untuk menjadi pemimpin yang kredibel dan punya kapabilitas baik. Atau memang masyarakat Surabaya sudah apatis atau bagaimana," terangnya.

Menurutnya, calon tunggal melawan kotak kosong sama saja dengan upaya penyeragaman bukan lagi pesta demokrasi. 

"Partai politik yang diberikan kesempatan oleh undang undang untuk berkontestasi dalam pilkada tidak dimanfaatkan secara maksimal, mengajukan kader-kadernyanya untuk berkontestasi. Sedangkan calon independent dipersulit," tegasnya.

Edward Dewaruci kuasa hukum penggugat menjelaskan, ketentuan Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada menggambarkan betapa mudahnya menjadi kepala daerah.

Baca Juga: Risma - Gus Hans Temui Berbagai Permasalahan Warga Saat Kampanye

Sebab beber dia, satu pasangan calon akan melawan kotak kosong yang dalam perhitungannya mudah sekali dikalahkan, dengan target kemenangan hanya lebih dari 50% suara sah.

"Pasangan calon itu tidak perlu bersusah payah mencari suara dari seluruh pemilih dari daftar pemilih tetap (DPT), karena apabila banyak pemilih yang tidak hadir di TPS akan sangat memudahkan kemenangannya," imbuhnya.

Ia menyebut, Pasal lain yang digugat Pasal 54D Ayat (2) yang menyebutkan : Jika perolehan suara pasangan calon kurang dari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pasangan calon yang kalah dalam Pemilihan boleh mencalonkan lagi dalam Pemilihan berikutnya.

"Padahal sudah jelas sekali mereka tidak terpilih dan artinya mereka tidak dikehendaki rakyat, karena itu pasangan calon yang kalah dalam Pemilihan dilarang mencalonkan lagi dalam Pemilihan berikutnya," tutupnya. 

Editor : Redaksi