SURABAYA – Fenomena satu rumah dihuni oleh tiga Kepala Keluarga (KK) atau lebih di Surabaya menuai sorotan tajam dari Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko.
Menurutnya, kondisi tersebut tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi membuka celah penyalahgunaan data kependudukan dan penyaluran bantuan sosial.
Baca Juga: Pemutakhiran Data, Diskpendukcapil: Untuk Mengetahui Jumlah Rill Penduduk Kota Surabaya
"Kondisi ini menimbulkan kerancuan dalam administrasi kependudukan, pelayanan publik, hingga distribusi bantuan sosial. Padahal, secara aturan, satu alamat maksimal hanya boleh ditempati oleh tiga KK," tegas Cak YeBe panggilan akrabnya, Selasa (22/7).
Cak Yebe pun menilai lemahnya pengawasan dalam penertiban administrasi kependudukan oleh instansi terkait menjadi penyebab utama. Ia menyebut praktik ini telah mencederai prinsip keadilan dalam pelayanan publik.
“Jika satu alamat digunakan oleh banyak rumah dan puluhan KK, maka pendataan bantuan sosial bisa menjadi bias. Situasi ini sangat rawan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu,” imbuhnya, politisi asal Partai Gerindra.
Lebih jauh, ia mengingatkan, bahwa ketidakteraturan ini dapat mengganggu sistem perencanaan wilayah dan pelayanan publik, seperti distribusi air bersih, listrik, hingga penanganan kondisi darurat. Menurutnya, kekacauan ini merupakan hasil dari pembiaran yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Meresahkan, Kebijakan Satu Rumah Tiga KK, DPRD Jatim Minta Dikaji Ulang
“Masalah ini seharusnya sudah selesai sejak lama. Namun faktanya, kondisi serupa masih banyak ditemukan di wilayah padat penduduk. Ini menunjukkan lemahnya koordinasi antarinstansi, termasuk RT dan kelurahan,” tegasnya.
Sebagai solusi, Cak Yebe mendesak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya untuk segera melakukan audit ulang terhadap data kependudukan, khususnya di kawasan padat seperti Tambaksari, Simokerto, Tegalsari, dan Sawahan. Ia juga menekankan pentingnya validasi data secara berkala.
“Audit ulang itu penting. Harus ada verifikasi fisik langsung ke lapangan dengan melibatkan camat dan lurah. Jangan hanya mengandalkan sistem tanpa pengawasan,” katanya.
Baca Juga: Fraksi Gerindra: Pemblokiran KK Harus Dipilah Mana yang Pindah dan Ngontrak
Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah Kota Surabaya untuk menerapkan sistem penomoran rumah yang lebih ketat dan transparan, guna mencegah terjadinya penyalahgunaan alamat.
“Solusi jangka panjangnya adalah penataan ulang alamat dan pembenahan tata ruang kota. Jika tidak ditangani serius, ini bisa menjadi bom waktu bagi konflik sosial dan penyalahgunaan program pemerintah,” pungkasnya.
Editor : Redaksi