SURABAYA - Halo Sahabat Tikta, Selama ini, kita sering mendengar istilah toxic masculinity. Sifat maskulin yang merugikan, seperti harus selalu kuat, tidak boleh menangis, atau dominan terhadap perempuan. Tapi, pernah nggak sih kamu dengar istilah sebaliknya: toxic femininity?
Topik ini jarang banget dibicarakan, padahal sama pentingnya. Karena kenyataannya, laki-laki juga bisa menjadi korban dalam relasi sosial baik itu dalam pertemanan, keluarga, atau hubungan romantis. Sayangnya, saat laki-laki terluka, mereka sering dianggap ‘lemah’ jika bicara. Akibatnya, mereka memilih diam.
Baca Juga: Toxic Positivity: Saat Kalimat ‘Kamu Kuat Kok’ Malah Bikin Capek
Toxic feminity bukan soal benci perempuan, ya, Sahabat Tikta. Tapi ini tentang perilaku atau pola pikir yang menyalahgunakan stereotip positif terhadap perempuan untuk mengontrol, memanipulasi, atau menyakiti orang lain. Contohnya? Menggunakan air mata sebagai senjata dalam konflik, merasa selalu benar karena "aku cewek, kamu harus ngalah", atau memanfaatkan standar ganda dalam relasi.
Kenapa Isu Ini Jarang Diangkat?
1. Budaya Patriarki Bikin Laki-Laki Harus ‘Kuat’
Ketika laki-laki mengaku menjadi korban, mereka takut nggak dipercaya. Lebih parah lagi, sering ditertawakan atau dianggap “kurang jantan”.
2. Perempuan Dianggap Selalu Korban
Di masyarakat kita, ada kecenderungan memihak perempuan dalam konflik, tanpa melihat konteks atau peran masing-masing.
3. Kurangnya Ruang Aman untuk Laki-Laki Bicara
Baca Juga: Perbedaan Hubungan Sehat dan Hubungan Toxic: Jangan Sampai Terjebak!
Belum banyak ruang aman atau komunitas yang memberikan tempat untuk laki-laki berbagi luka secara sehat, tanpa takut dihakimi.
Apa yang Bisa Kita Lakukan, Sobat Tikta?
Validasi Perasaan Laki-Laki
Saat teman laki-lakimu curhat tentang relasi, jangan buru-buru menyalahkan. Dengarkan dulu. Semua orang berhak merasa sedih dan kecewa.
Hilangkan Standar Ganda dalam Relasi
Baca Juga: Mempertahankan Hubungan Toxic, Haruskah Dilanjutkan atau Ditinggalkan?
Relasi sehat dibangun dari kesetaraan. Nggak ada yang harus selalu mengalah hanya karena gender.
Dukung Ruang Bicara yang Aman
Entah itu di tongkrongan, keluarga, atau medsos, yuk kita bangun ruang yang nggak toxic. Biar semua bisa jujur tanpa takut dipermalukan.
Sahabat Tikta, keadilan bukan hanya soal membela perempuan, tapi juga soal mendengarkan semua suara yang selama ini dibungkam, termasuk suara laki-laki yang pernah tersakiti. Karena semua orang, tanpa pandang gender, bisa terluka. Dan semua luka berhak disembuhkan.
Editor : Redaksi