Tak Seperti Dedi Mulyadi, Surabaya Pilih Jalur Asrama Bukan Barak Militer

Pemibinaan anak nakal Surabaya memilih pendidikan berbasis asrama
Pemibinaan anak nakal Surabaya memilih pendidikan berbasis asrama

SURABAYA - Program pengiriman anak-anak nakal ke barak militer ala Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tengah menjadi perbincangan publik. Namun, pendekatan serupa tak berlaku di Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya memilih jalur berbeda dalam membina remaja bermasalah: pendidikan berbasis asrama.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebut pendekatan itu sebagai Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS), yang tersebar di Kecamatan Mulyorejo dan Rungkut. Program ini telah berjalan dalam beberapa tahun terakhir dan menyasar anak-anak yang berisiko tinggi terhadap perilaku menyimpang.

Baca Juga: Desak Lelang Jabatan, KBRS Minta Pemkot Surabaya Segera Isi Posisi Strategis

Alih-alih digembleng ala militer, anak-anak tersebut diasramakan, disekolahkan secara formal dengan biaya ditanggung pemerintah kota. Di luar sekolah, mereka mendapat pelatihan kewirausahaan seperti pembuatan makanan dan minuman, serta kegiatan olahraga seperti tinju dan sepeda. Wawasan kebangsaan pun tetap menjadi bagian dari kurikulum pembinaan.

Meski demikian, pendekatan militer bukan hal baru bagi Pemkot Surabaya. Eri mengisahkan bahwa pada 2022 dan 2023, puluhan anak terlibat kenakalan remaja pernah dikirim ke Pangkalan Udara TNI Angkatan Laut (Lanudal) Juanda untuk mengikuti program Sekolah Kebangsaan.

"Waktu itu berhasil. Sepulang dari sana anak-anak itu langsung menangis sampai mencium kaki ibunya. Ibunya juga kaget, seumur-umur anaknya nggak pernah kayak gitu, biasanya kalau dibilangin nggak mau nurut," ujar Eri, Selasa, 3 Juni 2025.

Namun dampak program tersebut tidak bertahan lama. Beberapa anak kembali terlibat tawuran setelah tiga bulan. Eri mengaku sempat terkejut dan mulai menelusuri lebih jauh penyebab utamanya. Ia mendapati bahwa akar persoalan bukan semata pada perilaku, melainkan pada lingkungan sosial dan minimnya perhatian dari keluarga.

“Saat itu, saya kaget dan akhirnya menggali lebih dalam akar masalah kenakalan remaja di Surabaya. Ternyata setelah didalami, ada masalah besar yang harusnya diselesaikan dulu. Anak-anak ini kambuh lagi ikut tawuran, salah satunya karena kurang perhatian dari orang tuanya. Kenakalan remaja itu akibat ekosistem sosial lingkungan anak tersebut," kata dia.

Ia tak menampik bahwa tekanan ekonomi turut berperan. Banyak orang tua harus bekerja hingga larut malam, sehingga waktu untuk mendampingi anak nyaris tak tersedia.

Baca Juga: Wali Kota Surabaya: Kelurahan Kedurus Representasi Kampung Pancasila

Dari situ, konsep pendidikan berbasis asrama digulirkan sebagai solusi jangka panjang. Di sana, anak-anak mengikuti pendidikan formal pagi hingga siang. Sepulang sekolah, mereka kembali ke asrama untuk mengikuti kegiatan produktif.

"Pagi sampai siang anak-anak ini sekolah. Pulang sekolah mereka kembali ke asrama. Di asrama mereka kami beri kesibukan dan diarahkan, mulai wirausaha sampai olahraga. Mereka juga tetap dapat wawasan kebangsaan dan kedisiplinan, Polri-TNI kami undang ke asrama untuk mengajar. Semuanya gratis," tutur Eri.

Pembinaan di RIAS tak hanya menanamkan disiplin melalui pelatihan dari TNI dan Polri. Anak-anak juga dibekali aspek keilmuan dari sekolah serta keterampilan hidup dan religiusitas sesuai agama masing-masing. "Anak itu di asrama sampai lulus sekolah. Jadi lulus nanti InsyaAllah sudah punya bekal, dan tak kembali lagi tawuran atau kecanduan ngelem,” ujarnya.

Cak Eri, sapaan akrab sang wali kota, menegaskan bahwa masa depan anak-anak peserta program benar-benar diperhatikan. Mereka didorong untuk berprestasi baik akademik maupun nonakademik, bahkan hingga ke jenjang pendidikan tinggi.

Baca Juga: Wali Kota Surabaya: Kelurahan Kedurus Representasi Kampung Pancasila

"Anak-anak ini kami jamin masa depannya. Kami didik benar hingga berprestasi, baik akademik maupun nonakademik. Lulus SMA sudah tidak perlu bingung lagi kuliah di mana. Lulus kuliah, sudah ada perusahaan yang siap merekrut. Inilah bukti nyata gotong royong pendidikan di Surabaya," katanya.

Pemerintah Kota Surabaya juga menggandeng pihak swasta untuk mendukung pelaksanaan program ini. Anak-anak yang direkrut mengikuti RIAS dipilih berdasarkan data dari Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan, serta hasil pemantauan camat dan lurah.

"Bagi orang tua yang merasa kesulitan biaya dan ingin memasukkan anaknya ke RIAS, bisa datang langsung ke kelurahan setempat. Nanti lurah dan camat akan memberikan laporan, data-data dari mereka akan kita sinkronkan dengan yang ada di Dinas Pendidikan maupun Dinas Sosial,” pungkas Eri.

Editor : Redaksi