SURABAYA — Ketimpangan antara sekolah umum dan madrasah di Jawa Timur kembali menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim. Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih, menilai pemerintah daerah masih berpandangan sempit bahwa madrasah adalah urusan Kementerian Agama (Kemenag) pusat, sehingga kurang mendapat perhatian serius.
Hikmah mengacu pada Indikator Kinerja Utama (IKU), standar nasional yang digunakan untuk mengukur keberhasilan instansi pemerintahan, termasuk di dalamnya sektor pendidikan.
Baca Juga: APBD Dinilai Tak Maksimal, Fraksi PKB Minta Pemprov Jatim Lakukan Reformasi
“Lantas, apakah yang dimaksud pendidikan itu hanya sekolah umum atau negeri? Kan tidak. Madrasah pun juga termasuk di dalamnya karena punya fungsi yang sama, yaitu mencerdaskan anak bangsa,” kata Hikmah dalam keterangannya, Selasa (3/5).
Politisi Fraksi PKB itu menegaskan, jika ingin terjadi perubahan dalam sistem pendidikan, maka perhatian utama harus diberikan pada para pengajar. Menurutnya, yang perlu dibenahi lebih dulu adalah kualitas dan kesejahteraan kepala sekolah dan guru.
“Jadi, kalau mau pendidikan itu bagus, maka yang utama harus dibenahi yaitu kepala sekolah dan gurunya kualitasnya dan kesejahteraannya harus ditingkatkan. Setelah itu, baru fasilitas atau infrastruktur sekolah,” ujarnya.
Namun, kata Hikmah, pembenahan kualitas guru madrasah masih jauh dari memadai. Pelatihan yang diberikan pemerintah untuk guru madrasah sangat terbatas, dan ini tak lepas dari minimnya alokasi anggaran yang tersedia.
“Faktor yang mempengaruhi ini dari penyediaan anggaran bagi madrasah sangat berbeda dari sekolah umum. Di sisi lain, anggapan dari pemerintahan daerah adalah bahwa ini merupakan kewenangan pusat,” jelasnya.
Baca Juga: Tolak Vaksinasi TBC, Habaib dan Ulama Datangi DPRD Jatim
Soal kesejahteraan, guru madrasah menghadapi tantangan serius. Tidak masuknya mereka dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) membuat mereka tidak bisa mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Sedangkan dalam keputusan-keputusan KemenPAN-RB yang mengatur kepegawaian di Indonesia, istilah yang muncul hanya dapodik Kemendikbud. Sedangkan data EMIS dari Kemenag itu tidak muncul,” ungkap Hikmah.
Ia mencontohkan, guru swasta di SMA masih memiliki peluang untuk mengikuti P3K dan bisa ditempatkan di sekolah negeri. Sementara guru madrasah tidak mendapatkan kesempatan yang sama.
“Ini memperlihatkan perlakuan yang sangat berbeda. Seperti guru swasta, misal SMA swasta itu masih bisa mengakses P3K, gurunya ditugaskan di sekolahnya atau bisa di sekolah negeri. Sedangkan madrasah tidak bisa,” ujar dia.
Baca Juga: Banggar Dorong Khofifah Optimalisasi PAD dari BUMD
Meski menghadapi ketimpangan yang disebutnya "seperti bumi dan langit", Hikmah menyampaikan apresiasinya terhadap dedikasi para guru madrasah yang tetap mengabdi secara ikhlas.
Ia menegaskan akan terus memperjuangkan agar madrasah mendapatkan perhatian yang setara dalam sistem pendidikan nasional.
“Padahal guru madrasah bekerja dengan ikhlas dan apa-apa serba terbatas. Mereka hanya digaji Rp150 ribu paling kecil, paling banyak Rp600 ribu per bulan, tapi tidak pernah mengeluh,” kata Hikmah.
Editor : Redaksi