Senator Lia Soroti Penolakan Layanan BPJS bagi Terduga Pelaku Curanmor

Lia Istifhama
Lia Istifhama

SURABAYA – Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, menyoroti kasus di wilayah Polsek Semampir Surabaya, di mana seorang terduga pelaku pencurian kendaraan bermotor (curanmor) yang menjadi korban amukan massa tidak mendapatkan pelayanan BPJS Kesehatan saat dirawat di rumah sakit karena statusnya sebagai tersangka tindak pidana.

Menurut Lia, kejadian ini menunjukkan adanya kekosongan moral dalam penerapan hukum dan regulasi publik di Indonesia. Ia menilai, negara tidak boleh menutup mata terhadap hak dasar kemanusiaan, bahkan kepada mereka yang diduga bersalah.

Baca Juga: PERMAPENDIS Indonesia Resmi Dilantik, Teguhkan Komitmen Majukan Pendidikan Islam

“Kesehatan adalah hak dasar setiap manusia, tanpa terkecuali. Selama seseorang belum divonis bersalah, dia tetap warga negara yang berhak mendapat layanan kesehatan. Rumah sakit bukan lembaga penghukum,” tegas Lia, Senin (20/10).

Peristiwa ini bermula dari aksi main hakim sendiri terhadap dua pria di kawasan Semampir. Salah satunya diduga sebagai pelaku curanmor dan mengalami luka serius di bagian rahang.

Namun karena status hukumnya belum jelas, BPJS Kesehatan menolak menanggung biaya pengobatan, sehingga pihak kepolisian harus melakukan penggalangan dana untuk membantu biaya perawatan.

Baca Juga: Menginspirasi Perempuan Berkarya dan Mengabdi; Ning Lia Raih Penghargaan PERMA PENDIS Award

Lia menilai keputusan itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, yang bahkan menjamin hak kesehatan bagi narapidana.

“Kalau narapidana saja dijamin kesehatannya oleh negara, bagaimana mungkin seseorang yang baru diduga bersalah justru ditolak perawatannya?” ujarnya tajam.

Baca Juga: Gara-Gara Singgung Ponpes Lirboyo, Ini Kata Senator Lia dan Ketua KPID Jatim

Senator yang dikenal vokal dalam isu sosial dan kemanusiaan ini juga menyinggung Perpres Nomor 59 Tahun 2024, yang memang membatasi tanggungan BPJS terhadap kasus tindak pidana. Namun menurutnya, regulasi tersebut perlu ditinjau ulang agar lebih manusiawi, terutama bagi korban salah tangkap atau yang belum terbukti bersalah.

“Kita bisa menegakkan hukum tanpa menghilangkan nurani. Kejahatan tetap salah, tapi kemanusiaan jangan ikut mati,” pungkasnya.

Editor : Redaksi